JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Permohonan diajukan oleh Alamsyah Panggabean yang mendalilkan mendalilkan Pasal 15 UU HAM bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 98/PUU-XVIII/2020, Kamis (14/1/2021) di Ruang Sidang Pleno MK dengan penerapan protokol kesehatan.
Baca Juga:
Minta Ditetapkan sebagai Anggota DPRD, Seorang Warga Uji UU HAM
Hakim Konstitusi Saldi Isra saat membacakan pertimbangan hukum putusan tersebut menyatakan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur karena tidak memenuhi syarat formal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) UU MK. Dijelaskan oleh Saldi, Mahkamah telah memeriksa permohonan Pemohon dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada 23 November 2020. Berdasarkan ketentuan Pasal 39 UU MK, Panel Hakim berkewajiban memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki sekaligus memperjelas hal-hal yang berkaitan dengan permohonannya.
Berikutnya dalam sidang pemeriksaan perbaikan permohonan pada 16 Desember 2020, Pemohon telah menyampaikan semua perbaikan. Mahkamah mengakui perbaikan yang dilakukan Pemohon telah memenuhi format permohonan pengujian undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU MK dan Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d PMK 6/PMK/2005. Akan tetapi uraian dari setiap bagian dari sistematika tersebut tidak memenuhi syarat formal permohonan.
Baca Juga:
Pemohon Uji UU HAM Pertegas Alasan Permohonan
MK Bukan Penentu Anggota DPRD
Selanjutnya Saldi menyebutkan bahwa terlepas dari permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur, Mahkamah perlu menegaskan jika yang diinginkan Pemohon berupa penetapan keanggotaan DPRD Kabupaten Padang Lawas Periode Tahun 2019-2024 yang tidak mengikutsertakan dirinya. Berkenaan dengan hal tersebut, pada sidang panel pemeriksaan pendahuluan Panel Hakim telah menasihati sekaligus mengingatkan, Mahkamah bukanlah tempat untuk menentukan seseorang dapat menjadi anggota DPRD. Terlebih lagi, persoalan yang dikemukakan Pemohon tersebut tidak berhubungan dengan konstitusionalitas Pasal 15 UU 39/1999, yang justru memberikan jaminan pengembangan diri bagi setiap orang termasuk Pemohon untuk ikut serta membangun masyarakat, bangsa, dan negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.
“Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karena permohonan Pemohon adalah tidak jelas atau kabur, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut permohonan Pemohon,” ucap Saldi pada sidang yang dihadiri para pihak secara daring.
Sebagaimana informasi, Pemohon mengujikan Pasal 15 UU HAM. Pemohon mengungkapkan, berpedoman pada Pasal 13 ayat (1) UU Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas di Provinsi Sumatera Utara (UU 38/2007), maka pengisian anggota DPRD Kabupaten Padang Lawas untuk pertama kalinya juga harus dilakukan dengan cara penetapan. Atas dasar hal ini, Pemohon meminta agar diberikan perlakuan yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU 38/2007 tersebut untuk ditetapkan sebagai anggota DPRD guna mencapai persamaan dan keadilan baginya sebagaimana diamanatkan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Ditinjau dari landasan sosiologis, Pemohon berpendapat dari pembentukan UU HAM ini termuat harapan agar setiap manusia harus saling berpikir dan bertindak demi kepentingan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini sejatinya merupakan suatu bentuk dari tindakan afirmatif sebagai jalan keluar bagi setiap orang yang ingin berpikir dan bertindak demi kepentingan bersama serta demi tegaknya hak asasi manusia pada setiap warga negara.
Penulis : Sri Pujianti.
Humas: Fitri Yuliana.
Editor: Nur R.
https://youtu.be/orle3RCiQAI