JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Pasal 12A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) dengan agenda perbaikan permohonan.
Pribadi Budiono yang merupakan Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Lestari Bali mengajukan pengujian Pasal 12 ayat (1) UU Perbankan mengenai aturan yang hanya memperbolehkan bank umum mengambil alih agunan nasabah kredit macet dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, I Made Sari selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan, pihaknya telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang sidang pendahuluan. Ia mengatakan, adanya penambahan perihal dalam Permohonan. Sehingga ditambah perihalnya menjadi Perbaikan Permohonan Pengujian Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankkan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perkara Nomor 102/PUU-XVIII/2020.
Kemudian, terkait kedudukan hukum, Pemohon adalah PT BPR Lestari Bali dalam Surat Kuasa yang diterima oleh Para Kuasa Hukum untuk mengajukan pengujian undang-undang yang ditandatangani oleh direktur utama sesuai dengan akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa perseroan terbatas PT Sri Artha Lestari berkedudukan di Denpasar Nomor 17, tanggal 10 Februari tahun 2014 dibuat di hadapan Notaris I Nyoman Suryawan, S.H sesuai dengan Bukti Tambahan IP-5A surat pemberitahuan dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor HAU-AH.01.10-11296 perihal penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar PT BPR Sri Artha Lestari tertanggal 17 Maret 2014. Bukti tambahan IP-5B yang selanjutnya diubah dengan akta perubahan terakhir.
Selanjutnya, Made mengatakan, bahwa norma yang diuji tetap, yaitu materi Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Perbankan, khususnya terhadap frasa bank umum dalam pasal tersebut. Pasal tersebut yang berbunyi, “Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang lebih tersebut wajib dicairkan secepatnya.”
Lebih lanjut, Made menyebutkan mengenai norma sebagai alat pengujian dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dari 6 pasal diperbaiki menjadi 3 pasal yakni Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2) dan Pasal 33 ayat (4).
Dalam sidang sebelumnya, Pemohon mengungkapkan mengalami kerugian dengan adanya pemberlakuan frasa “Bank Umum” dalam UU Perbankan. Hal ini karena aturan tersebut hanya memperbolehkan bank umum yang dapat mengambil alih agunan nasabah debitur macet melalui lelang. Sementara hak yang sama tidak dimiliki oleh BPR. Hal ini menyebabkan perlakuan diskriminatif dan ketidakadilan untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan layaknya sama dengan Pihak Bank Umum untuk dapat mengambil alih agunan nasabahnya melalui lelang untuk menyelesaikan masalah kredit macet nasabah. (*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Andhini SF
https://youtu.be/Dfro6dW1q_g