JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (UU Jasa Konstruksi) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (14/12/2020). Pemohon melalui kuasa hukum Hazmin A. St. Muda, menyampaikan perbaikan secara virtual dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Hazmin kembali menguraikan Kewenangan MK yang diatur dalam UUD 1945 dan UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Selain itu Hazmin juga menegaskan alasan permohonan. “Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) huruf a Undang-Undang Administrasi Pemerintah, Pasal 105 undang-undang a quo haruslah dilaksanakan sebelum dua tahun sejak undang-undang a quo diundangkan. Pasal 105 undang-undang a quo menunjukkan ketidakpastian hukum, dengan Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak diartikan sebagai ‘peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini yang ditetapkan lebih dari dua tahun sejak undang-undang ini diundangkan tidak memiliki kekuatan hukum’,” ujar Hazmin.
Selain itu, ungkap Hazmin, Pasal 105 UU Jasa Konstruksi mengakibatkan masyarakat jasa konstruksi terhalangi haknya dalam memajukan dirinya dengan memperjuangkan haknya secara kolektif melalui asosiasi, badan usaha, dan asosiasi profesi untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara sehingga bertentangan dengan Pasal 28C Ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak diartikan sebagai ‘peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini yang ditetapkan lebih dari dua tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan’.
Berdasarkan uraian-uraian penjelasan di atas, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim MK agar mengabulkan permohonan Pemohon. Kemudian menyatakan Pasal 105 UU Jasa Konstruksi bertentangan UUD 1945 sepanjang tidak diartikan ‘peraturan perlaksanaan dari undang-undang ini yang ditetapkan lebih dari dua tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan tidak memiliki kekuatan hukum’.
Baca Juga:
Aturan Pelaksana Lewat Tenggat, UU Jasa Konstruksi Diuji
Untuk diketahui, Permohonan perkara Nomor 93/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Andi Amir Husry yang mewakili AKLINDO sebagai wadah perkumpulan para badan usaha yang bergerak dalam usaha konstruksi. Pemohon menguji Pasal 105 UU Jasa Konstruksi yang menyatakan, “Peraturan Pelaksana dari undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.”
Menurut Pemohon, Pasal 105 UU Jasa Konstruksi mengakibatkan masyarakat jasa konstruksi terhalangi haknya dalam memajukan dirinya dengan memperjuangkan haknya secara kolektif melalui asosiasi badan usaha dan asosiasi profesi untuk membangun, masyarakat, bangsa, dan negaranya, sehingga bertentangan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, sepanjang tidak diartikan sebagai peraturan pelaksanaan dari undang-undang ini yang ditetapkan lebih dari 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan tidak memiliki kekuatan hukum.
Pemerintah telah menerbitkan aturan pelaksana UU No. 2/2017 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2020 tentang Akreditasi Asosiasi Badan Usaha Jasa Konstruksi, Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi, dan Asosiasi Terkait Rantai Pasok Jasa Konstruksi Terakreditasi; Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 1410/KPTS/M/2020 tentang Asosiasi Badan Usaha Jasa Konstruksi, Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi, dan Asosiasi Terkait Rantai Pasok Jasa Konstruksi Terakreditasi. Namun penerbitannya melebihi batas waktu yang diatur Pasal 105 UU Jasa Konstruksi.
Pemohon beranggapan, penerbitan regulasi-regulasi tersebut terlambat, sehingga menimbulkan polemik hukum atas kekuatan hukumnya serta krisis ekonomi karena dampak pandemi Covid-19 dan belum tuntasnya upaya percepatan infrastruktur dan regulasi tersebut justru berpotensi menciptakan gelombang PHK. Akibatnya banyak asosiasi badan usaha dan asosiasi profesi jasa konstruksi yang tidak terakreditasi, sehingga menciptakan ketidakpastian kerja. Regulasi ini tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi dari dampak pandemi Covid 19, pengentasan kemiskinan, pemberdayaan UMKM, dan percepatan pembangunan infrastruktur. Selain itu regulasi tersebut hanya mengakreditasi sejumlah kecil asosiasi badan usaha dan asosiasi profesi jasa konstruksi, yang justru potensial menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena praktik monopoli.
“Ketidakpastian hukum pada pasal a quo telah mengakibatkan peranan transisi yang dilakukan LPJK Nasional dalam rangka registrasi, akreditasi, dan sertifikasi menjadi tidka jelas,” kata Arco Misen Ujung, kuasa hukum Pemohon, Senin (16/11/2020) secara virtual kepada majelis Panel Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih (Ketua Panel), Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh selaku anggota.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.
https://youtu.be/U33WweEX-04