JAKARTA, HUMAS MKRI – Permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) bertambah lagi di Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, pengujian dimohonkan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang diwakili oleh Said Iqbal, dkk. Para pemohon perkara Nomor 101/PUU-XVIII/2020 tersebut mengajukan uji materi terhadap Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 UU Cipta Kerja.
Dalam persidangan yang digelar pada Selasa (24/11/2020), para Pemohon yang diwakili oleh Andi Muhammad Asrun menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja menimbulkan ketidakpastian hukum serta menghilangkan dan/atau menghalangi hak konstitusional para Pemohon. Asrun menegaskan, batu uji yang digunakan Pemohon, yaitu Pasal 18 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (5), Ayat (6), dan Ayat (7) UUD 1945. Kemudian, Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28E Ayat (3), dan Pasal 28I UUD 1945.
Para Pemohon mendalilkan beberapa aturan dalam Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 UU Cipta Kerja melanggar UUD 1945 dan kontradiksi dengan UU Ketenagakerjaan. Beberapa aturan yang dianggap melanggar hak konstitusional Pemohon, di antaranya aturan mengenai lembaga pelatihan kerja; pelaksanaan pendapatan tenaga kerja; tenaga kerja asing; perjanjian kerja waktu tertentu; pekerja alih daya atau outsourcing; rentang waktu kerja; cuti; upah dan upah minimum; uang pesangon, uang penggantian hak, dan uang penghargaan masa kerja; penghapusan sanksi pidana; serta jaminan sosial. Dalam permohonannya, menurut para pemohon ketentuan-ketentuan tersebut telah merugikan untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum sebagai pekerja/buruh.
Kerugian Konstitusional
Menanggapi permohonan pemohon, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta para Pemohon untuk membedakan secara jelas kerugian konstitusional dengan dalil konstitusionalitas pasal-pasal yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945.
Sementara Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul meminta para pemohon untuk mempertegas kedudukan hukum dari masing-masing pemohon. Selain itu, Manahan juga meminta para pemohon untuk mempelihatkan dasar pengujian. Sedangkan Hakim Konstitusi Arief Hidayat, menyarankan untuk menguraikan kerugian konstitusional yang dialami. “Tolong ditunjukkan dimana kerugian konstitusionalnya,” ujar Arief.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan bahwa para pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Permohonan disampaikan oleh pemohon paling lambat hari Senin, 7 Desember 2020, pada pukul 11.00 WIB. (*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Lambang S