JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU) pada Rabu (18/11/2020). Permohonan ini diajukan oleh Ashvin Bayudewa dan beberapa perseorangan Warga Negara Indonesia lainnya. Dalam permohonannya, para Pemohon mendalilkan Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28E Ayat (1), Pasal 28G Ayat (1) Pasal 28H Ayat (1), Pasal 28H Ayat (2), Pasal 28H Ayat (4), Pasal 28I Ayat (2), Pasal 28I Ayat (4), Pasal 28J Ayat (1), Pasal 33 Ayat (2) dan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945.
Pada sidang dengan agenda menyampaikan perbaikan permohonan ini, Saiful Anam selaku salah satu dari lima kuasa hukum para Pemohon menyebutkan beberapa butir perbaikan permohonan yang telah dilakukan pihaknya. Salah satunya adalah mengurangi jumlah Pemohon menjadi hanya 5 orang Pemohon saja. Hal ini dikarenakan, kelima Pemohon tersebut adalah pihak-pihak yang benar-benar memiliki kepentingan dan permasalahan yang sama dalam perkara yang diujikan pada sidang yang diregistrasi dengan Nomor 88/PUU-XVIII/2020 ini.
Lebih jelas Saiful mengungkapkan, para pemohon saat ini mengalami kerugian karena PT Prospek Duta Sukses yang merupakan pihak pengembang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Sebenarnya hal yang dialami para Pemohon ini seperti menjadi tren di Indonesia karena tidak hanya dialami Pemohon tetapi juga dialami oleh banyak pembeli apartemen di banyak daerah lain,” ungkap Saiful dalam persidangan yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh dari Ruang Sidang Panel MK.
Baca juga: Pembeli Unit Apartemen Uji Ketentuan Pengembang Pailit
Untuk itu, Saiful mengatakan akibat dari berlakunya ketentuan norma Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU telah menimbulkan persoalan konstitusional dan merugikan banyak pembeli apartemen atau rumah susun.
Pada sidang terdahulu, para Pemohon menceritakan bahwa pihaknya adalah pembeli unit Apartemen Antasari 45 yang dipasarkan PT Prospek Duta Sukses (PDS) selaku pihak pengembang atau developer sejak 2014 dan berdasarkan perjanjian kepada konsumen/pembeli unit akan diserahterimakan pada 2017. Namun hingga awal 2020, pembangunan belum selesai seperti yang dijanjikan. Akibatnya para Pemohon telah dirugikan dengan dikabulkannya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap PT PDS.
Selain itu, para Pemohon juga menilai pasal a quo di lapangan telah merugikan para Pemohon dengan menempatkannya pada posisi sebagai kreditor konkuren, pihak yang terakhir menerima bahkan berpotensi tidak menerima kompensasi atau ganti rugi apabila pengembang mengalami kepailitan. Dengan tidak dimasukkannya pembeli apartemen/rumah susun sebagai kreditor separatis, apabila terjadi pailit seperti yang sedang dialami oleh para Pemohon, selain berpotensi kehilangan apartemen yang telah dibelinya, para Pemohon juga berpotensi kehilangan dana yang telah dibayarnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Lebih lanjut dalam keadaan pailit kedudukan kreditor konkuren (pembeli apartemen/rumah susun) dalam hal pemberesan harta debitur (pelaku usaha/pengembang) pailit hanya akan mendapatkan pembagian harta pailit sesuai persentase, bahkan tidak memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan kerugian konsumen. Untuk itu, perlu perlindungan hukum bagi pembeli apartemen/rumah susun agar kepailitan tidak digunakan oleh pengembang yang tidak bertanggung jawab dalam rangka menghindari kewajibannya kepada konsumen dengan melindungi posisi dan kedudukan konsumen/pembeli apartemen/rumah susun dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Menurut Pemohon, hal tersebut diwujudkan dengan memasukkan konsumen/pembeli apartemen/rumah susun sebagai pemegang hak agunan atas kebendaan lainnya, sehingga posisi dan kedudukan konsumen/pembeli apartemen/rumah susun apabila terjadi pailit terhadap pengembang maupun developer, tidak sampai merugikan
Terhadap hal tersebut, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila tidak dimaknai pembeli sebagai kreditor separatis. Posisi tersebut diyakini Pemohon akan memberikan kepastian (hukum) tentang pembangunan dan pengembalian dana apabila terjadi pailit pada perusahaan pengembang. Pemohon juga meminta MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional apabila tidak dimaknai konsumen/pembeli apartemen/rumah susun didahulukan pembayarannya. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari
Humas: Raisa Ayudhita