JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (UU Perasuransian) pada Kamis (5/11) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Presiden/Pemerintah. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 32/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Badan Perwakilan Anggota Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman tersebut, Wicipto Setiadi selaku Saksi Pemerintah menyatakan RUU Perasuransian telah dibahas secara mendalam sebelum disampaikan kepada DPR. Menurut Wicipto, RUU ini merupakan inisiatif Pemerintah sehingga sebelum disampaikan ke DPR, Kementerian Hukum dan HAM mengadakan rapat harmonisasi dan juga persiapan Prolegnas RUU Perasuransian.
“Waktu itu saya di Kementerian Hukum dan HAM mengadakan atau menyelenggarakan rapat harmonisasi dan juga persiapan untuk memasukkan Prolegnas di tahun itu untuk RUU Perasuransian,” kata Wicipto.
Baca Juga…
BPA AJB Bumiputera Uji Pengaturan Perusahaan
Wicipto berkisah ikhwal diskusi pada saat itu yang menurutnya sangat menarik karena adanya putusan MK yang menjadi pembahasan panjang apakah putusan MK itu akan dijadikan dasar pembentukan UU Perasuransian. “Kami menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi itu sifatnya sudah final dan mengikat,” kisahnya.
Oleh karena itu, apabila tidak ada alasan yang sangat betul-betul diterima, Putusan MK itu harus menjadi dasar. Ia mengatakan, diskusi saat itu, Kemenkumham menitikberatkan rumusan di UU Perasuransian yang lama yaitu pasal 7 yang menyatakan untuk usaha bersama diatur dengan undang-undang tersendiri. Untuk tahun 1992, sambung Wicipto, belum ada kebakuan apakah kata “dalam” atau kata “dengan”. Sehingga, pada waktu itu tidak signifikan jika kata “dengan” UU khusus tetapi kalau kata “dalam” UU tidak khusus mengatur hal itu.
“Tetapi perkembangannya pada setelah lahir Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, mulai kebakuan terkait dengan frasa ‘dalam’ dan ‘dengan’. Dan itu cukup lama kita jadikan pedoman kalau ‘dengan’, ya memang diatur dalam undang-undang khusus,” imbuh Wicipto.
Baca Juga…
BPA AJB Bumiputera Pertegas Kedudukan Hukum
Menurutnya, usaha bersama hanya ada satu-satunya. Tidak ada usaha lain yang berbentuk usaha bersama.
“Pada saat diskusi, kami menyampaikan dan juga dari Kementerian Keuangan dan stakeholder lainnya menyampaikan bahwa usaha bersama itu sampai saat ini hanya ada satu-satunya, tidak ada usaha lain yang berbentuk usaha bersama selain satu itu.
Baca Juga…
Pemerintah: Pengaturan Usaha Persuransian adalah Pilihan Open Legal Policy
Mengingat hanya satu saja yang bentuk usahanya adalah usaha bersama, maka menjadi tidak efektif jika diatur dalam satu undang-undang. “Oleh karena itu, berdasarkan Undang-Undang Perasuransian Nomor 40 Tahun 2014, maka usaha bersama yang sekarang ada dan satu-satunya itu sudah diakui keberadaannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014. Dan disepakati pula bahwa untuk ketentuan lebih lanjut atau peraturan lebih lanjut, diatur dengan peraturan pemerintah,” tandas Wicipto.
Baca Juga…
Margarito: Pengaturan Usaha Perasuransian Bercorak Kapitalis
Sebagai informasi, permohonan uji materi UU Perasuransian ini diajukan oleh Badan Perwakilan Anggota Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang terdiri dari Nurhasanah, Ibnu Hajar, Maryono, Achmad Jazidie, Habel Melkias Suwae, Gede Sri Darma, Septina Primawati, dan Khoerul Huda. Para Pemohon menguji Pasal 6 ayat (3) UU Perasuransian telah menimbulkan kerugian konstitusional karena tidak sesuai dengan substansi Putusan MK Nomor 32/PUU-XI/2013.
Pasal 6 ayat (3) UU Perasuransian menyatakan, “Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum usaha bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
Dalam putusan MK tertanggal 03 April 2014 tersebut MK memerintahkan bahwa ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual Insurance) harus diatur lebih lanjut dengan UU tersendiri dan dilakukan paling lambat dua tahun enam bulan setelah putusan diucapkan. Namun, menurut Pemohon, Pemerintah dan DPR telah melakukan kemunduran dengan mengubah UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menjadi UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
Baca Juga…
Ahli: Asuransi Usaha Bersama Kekurangan Akses Modal Akibat Tak Ada Aturan Hukum Khusus
Selain itu, Pemohon menilai, ketentuan tersebut bertentangan dengan putusan MK yang mewajibkan dan memerintahkan Pemerintah dan DPR untuk membentuk UU tersendiri tentang Asuransi Usaha Bersama. Menurut para Pemohon, keberadaan Peraturan Pemerintah tersebut bertentangan dan bertolak belakang dengan Anggaran Dasar AJB yang telah ada dan memberikan jaminan eksistensi dan kewenangan bagi para Pemohon.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Annisa Lestari.