JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) pada Selasa (3/11/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang teregistrasi Nomor 83/PUU-XVIII/2020 ini dimohonkan oleh Wenro Haloho, seorang advokat magang.
Dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, Dora Ninas Lumban Gaol selaku kuasa hukum pemohon mengatakan telah memperbaiki permohonannya. Perbaikan yang dilakukan oleh pemohon yakni menguraikan kedudukan hukum (legal standing) dan kepentingan konstitusional pemohon. Selain itu, Ia juga mengatakan bahwa pokok permohonan tidak ne bis in idem karena berbeda dengan permohonan sebelumnya yang diputus MK dalam Putusan Nomor 019/PUU-I/2003 dan Putusan Nomor 79/PUU-XVI/2018. Sedangkan dengan Putusan Nomor 84/PUU-XIII/2015 memiliki substansi yang berbeda.
Kemudian, lanjut Dora, pada pokok permohonan terdapat penambahan pada poin 9 yang berisi Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa perubahan pendirian pengujian konstitusionalitas undang-undang mempunyai dasar baik secara doktriner maupun praktik. Pemohon juga menambahkan pada poin 29 yakni contoh usia batas calon advokat di Amerika.
“Pada bagian petitum juga terdapat perubahan, sehingga berbunyi mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Memerintahkan kepada Pemerintah untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia,” ujar Dora melalui sambungan persidangan jarah jauh.
Baca Juga:
Menyoal Batas Usia Advokat
Sebelumnya dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Pemohon melalui kuasa hukum Dora Ninas Lumban Gaol mengujikan Pasal 3 ayat (1) huruf d UU Advokat yang berbunyi, “berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun.” Menurut Pemohon, ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1), dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945.
Dalam pandangan Pemohon, norma pasal yang diujikan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian baginya untuk menjadi advokat karena pegangkatan seorang advokat harus berumur minimal 25 tahun. Dalam usaha untuk menjadi advokat, Pemohon telah melakukan magang secara terus-menerus pada kantor advokat terhitung sejak 23 Februari 2019–23 Februari 2021. Namun pada akhir magang nantinya, Pemohon masih belum mencapai usia minimal yang disyaratkan norma a quo sebagai seorang advokat. Pemohon baru genap berusia 25 tahun pada 29 November 2021 untuk dapat menjadi seorang advokat sehingga terdapat waktu selama 9 bulan baginya dengan tidak memiliki pekerjaan.
Disebutkan Dora, sebelum perkara a quo telah ada tiga perkara dengan permasalahan yang sama yang telah diujikan ke MK, yakni Putusan MK Nomor 019/PUU-I/2003, 84/PUU-XIII/2015, dan 79/PUU-XVI/2018. Akan tetapi dalam permohonan ini, Pemohon memiliki alasan, dasar konstitusional, dan bukti yang berbeda dengan pertimbangan dalam putusan terdahulu tersebut.
Adanya pasal tersebut, jelas Dora, menciptakan ketidaksamaan dalam hukum karena adanya perbedaan kedudukan untuk menjadi advokat bagi yang belum berusia 25 tahun. Keadaan demikian tentu tidak sesuai dengan amanat Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Di samping itu, berpedoman pada Putusan MK Nomor 019/PUU-I/2003 yang pada intinya menyatakan pembatasan usia minimal bagi calon advokat dapat disimpulkan pada dua kategori, yaitu kematangan emosional/psikologi dan kematangan akademik.
Terkait dengan kedewasaan dan kematangan emosional ini, Pemohon mengutip pendapat Leah H. Sommerville yang menyebutkan kematangan emosional seseorang tidak dapat diidentikkan dengan umur orang tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, dalam memantapkan kemampuan akademiknya, seorang advokat perlu melengkapi diri dengan pengalaman dan praktik di lapangan untuk menyempurnakan pengetahuan teoritis yang telah diperoleh dari lembaga pendidikan. Akan tetapi, pengalaman dan praktik tersebut tidak selalu berkorelasi dengan usia seseorang dengan batas usia minimal yang disyaratkan norma a quo.
Jika tujuan pembatasan usia untuk meningkatkan kematangan akademik, maka yang menjadi perhatian seharusnya lama waktu magang dan bukan usia minimal calon advokat. Karena kematangan akademik, tetap dapat tercapai tanpa melimitasi usia minimal calon advokat.
Dengan demikian, Pemohon memohon pada Mahkamah agar menyatakan Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.