JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutus permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) tidak dapat diterima. Sidang pengucapan putusan tersebut digelar oleh MK pada Senin (26/10/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 76/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Viktor Santoso Tandiasa yang berprofesi sebagai advokat.
Sebelumnya, pemohon menggugat konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara. Dalam permohonannya, Pemohon menguji Pasal 23 UU Kementerian Negara menyatakan, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau. c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
Baca juga: Menyoal Kembali Rangkap Jabatan Wakil Menteri
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Mahkamah berpendapat, Pemohon pada pokoknya hanya menguraikan anggapan kerugian konstitusional yang dialaminya terhadap implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019 oleh Pemerintah. Padahal norma yang dimohonkan pengujiannya oleh Pemohon adalah Pasal 23 UU 39/2008, namun Pemohon hanya mengedepankan implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang menurut Pemohon pada pokoknya wakil menteri dilarang rangkap jabatan.
“Menurut Mahkamah, uraian anggapan kerugian konstitusional Pemohon tersebut tidak secara spesifik dan aktual ataupun setidak-tidaknya berpotensi karena berlakunya ketentuan norma Pasal 23 UU 39/2008. Pemohon hanya menguraikan kerugian secara umum atas keberlakuan pasal a quo namun tidak secara jelas dan rinci menguraikan kerugian sesungguhnya yang dialami oleh Pemohon,” ujar Suhartoyo.
Baca juga: “Influencer” Perbaiki Permohonan Ketentuan Rangkap Jabatan Wakil Menteri
Oleh karena itu, lanjut Suhartoyo, Mahkamah tidak menemukan adanya hubungan sebab akibat dari keberlakuan Pasal 23 UU Kementerian Negara dengan kerugian yang dialami oleh Pemohon berkaitan dengan hak konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Terkait dengan uraian Pemohon yang menyatakan sebagai pemengaruh (influencer) yang kerap kali memberikan pemahaman konstitusional kepada masyarakat melalui Youtube dan media sosial lainya, menurut Mahkamah, Pemohon tidak serta-merta memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan setiap permohonan pengujian undang-undang.
“Pemohon memiliki kedudukan hukum apabila dapat menjelaskan adanya keterkaitan logis dan causal verband bahwa pelanggaran hak konstitusional atas berlakunya norma pasal yang diuji adalah dalam kaitannya dengan status Pemohon sebagai influencer dan memang menunjukkan kerugian yang nyata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 sebagaimana telah dikemukakan di atas. Dengan demikian tidak diperoleh adanya hubungan kausalitas antara uraian anggapan kerugian yang dijelaskan oleh Pemohon dengan pasal yang dimohonkan pengujian,” papar Suhartoyo.
Selain itu, lanjut Suhartoyo, terhadap kedudukan hukum Pemohon yang mengajukan permohonan pengujian UU Kementerian Negara telah terdapat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 151/PUU-VII/2009 yang pada pokoknya menyatakan permohonan yang dimohonkan pengujian adalah undang-undang mengenai organ pemerintah.
“In casu UU Kementerian Negara yang di dalamnya mengatur mengenai kedudukan dan urusan pemerintah, tugas, fungsi dan susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian, pengangkatan dan pemberhentian, hubungan fungsional kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, dan hubungan kementerian dengan pemerintah daerah. Materi muatan pasal-pasal dalam UU 39/2008 tersebut mengikat penyelenggara negara/organ pemerintah baik di pusat ataupun di daerah dan sama sekali tidak mengikat warga negara pada umumnya,” urai Suhartoyo.
Namun demikian, Suhartoyo melanjutkan bukan berarti UU Kementerian Negara tidak dapat dipersoalkan pengujian konstitusionalitasnya oleh warga negara. UU Kementerian Negara tetap dapat dipersoalkan pengujian konstitusioniltasnya sepanjang warga negara yang bersangkutan memiliki kepentingan hukum langsung maupun tidak langsung dengan UU Kementerian Negara. Sementara itu, menurut Mahkamah, Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia, constitutional lawyer, pegiat/aktivis, dan influencer tidak mempunyai kepentingan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung dengan materi muatan UU 39/2008 khususnya terhadap pasal a quo yang dimohonkan pengujiannya.
“Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun dikarenakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan,” tandasnya. (*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Raisa Ayudhita