JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) secara daring pada Rabu (21/10/2020). Agenda sidang adalah perbaikan permohonan. Panel Hakim dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Di awal persidangan, salah seorang Pemohon, Karlianus Poasa menyatakan telah membubuhkan tanda tangan atas nama Felix Martuah Purba. Padahal tanda tangan tersebut seharusnya dilakukan oleh Felik sendiri selaku Pemohon. Karlianus beralasan Felix berhalangan hadir di persidangan dan Karlianus sudah mendapatkan persetujuan dari Felix untuk menandatangani.
“Sekalipun sudah ada persetujuan, ini tidak boleh dilakukan. Saudara melakukan tindakan pemalsuan tanda tangan. Apalagi Saudara-Saudara masih mahasiswa. Jadi yang terkait dengan Felix Martuah Purba tidak bisa menjadi Pemohon di sini,” tegas Enny Nurbaningsih.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat menambahkan, terjadinya pemalsuan tanda tangan dalam dokumen resmi pengujian undang-undang, dapat diperkarakan di pengadilan. Terlebih lagi, salah seorang Pemohon mengakui adanya tanda tangan yang palsu. Apabila permohonan ini diteruskan, maka pelakunya dapat dikenai pasal pemalsuan dengan ancaman pidana.
”Ini dokumen negara, mestinya tidak boleh dilakukan. Apalagi Saudara sebagai generasi muda, kami harus memberikan pemahaman kepada Saudara bahwa hal semacam ini sangat berbahaya dilakukan. Apakah permohonan akan diteruskan, berarti nanti salah seorang Pemohon yang memalsukan, kami laporkan ke Bareskrim Polri dan dilakukan proses hukum kepada yang bersangkutan. Atau Saudara mencabut permohonan dan membuat permohonan baru. Setelah mencabut permohonan, lalu menulis surat resmi pencabutan, Mahkamah harus membuat ketetapan tentang pencabutan permohonan. Jadi Pemohon tidak bisa seketika mengganti permohonan baru dari permohonan yang dicabut. Ada proses, Saudara tinggal menunggu ketetapan MK”, jelas Arief.
Alhasil, para Pemohon melalui juru bicaranya Alboin Cristoveri Samosir menegaskan secara resmi mencabut permohonan. “Jadi kalau Saudara mencabut permohonan, berarti Saudara kembali dengan proses awal lagi. Permohonan yang lama tidak bisa dipakai. Oleh karena itu kalau Saudara ingin mengajukan permohonan ke MK, Saudara membuat permohonan baru yang sedikit dimodifikasi terkait alasan permohonan atau dasar pengujian supaya tidak nebis in idem,” kata Enny.
Sementara Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menasehati agar para Pemohon tidak bertindak sendiri-sendiri. Para Pemohon harus hadir di persidangan meskipun secara virtual dan semua membubuhkan tanda tangan sebagai Pemohon. “Kami menyarankan, sebaiknya Saudara memberikan kuasa kepada salah seorang Pemohon atau dua orang Pemohon yang mendapatkan kuasa dari enam Pemohon”.
Baca Juga:
UU Minerba Dituding Persempit Peran BUMN dan BUMD atas IUPK
Untuk diketahui, permohonan perkara Nomor 80/PUU-XVIII/2020 ikhwal uji materi UU Minerba ini diajukan oleh enam orang Pemohon yakni Benidiktus Papa, Karlianus Poasa, Felix Martuah Purba, Oktavianus Alfianus Aha, Alboin Cristoveri Samosir, dan Servarius Sarti Jemorang. Para Pemohon menguji Pasal 35 ayat (1), Pasal 169A ayat (1) huruf a dan Pasal 169A ayat (1) huruf b UU Minerba.
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (6/10/20) lalu, Alboin Cristoveri Samosir mendalilkan perpanjangan Kontrak Karya (KK) atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dalam Pasal 169A ayat (1a) dan Pasal 169A ayat (1b) dengan adanya frasa, “dijamin” dianggap meniadakan peran BUMN dan BUMD atas Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hasil perpanjangan KK/PKP2B. Dimana sebelumnya dalam mengajukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) harus melalui mekanisme lelang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009).
Menurut para Pemohon, pengaturan mengenai ketentuan dalam Pasal 169A ayat (1a) dan Pasal 169A ayat (1b) UU Minerba yang pada intinya mengatur tentang perpanjangan KK/PKP2B secara jelas dan nyata merupakan aturan yang inkonstitusional sebab secara nyata bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945.
Selanjutnya, menurut para Pemohon pemberlakuan Pasal 35 ayat (1) UU Minerba tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pembagian kewenangan dan pengelolaan sumber daya alam telah secara tegas diatur dalam Pasal 18A UUD 1945. Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Nur R.
Humas: Annisa Lestari.