JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki satu kewenangan tambahan, yakni memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah. Terkait kewenangan tersebut, dalam Pilkada Tahun 2020 ini, MK membuat sebuah ketentuan yang dituangkan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Dalam hal ini, objek perselisihan yang akan diperiksa dan diadili oleh MK adalah Keputusan Komisi Pemilihan Umum (Termohon) mengenai penetapan perolehan suara perselisihan hasil dari pemilihan kepala daerah yang signifikan dan dapat memengaruhi penetapan calon terpilih tersebut.
Hal tersebut disampaikan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh saat menjadi narasumber dalam kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 Bagi Komisi Pemilihan Umum pada Rabu (7/10/2020). Kegiatan ini diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi dan diikuti oleh 352 peserta dari 32 provinsi secara virtual.
Dalam materi berjudul “Tata Cara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020” ini, Daniel lebih banyak mengulas pasal-pasal yang ada dalam PMK 4 dan PMK 5 Tahun 2020 yang disiapkan untuk menghadapi penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 mendatang. Berdasarkan PMK terbaru, jelas Daniel, ada perbaruan perihal Pihak Terkait yang pada PHP Kada sebelumnya adalah pasangan calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan. Namun pada Pilkada 2020 ini, Pemantau Pemilihan yang terdaftar dan memperoleh akreditasi dari Bawaslu dapat menjadi Pihak Terkait. Dengan catatan, Pihak Terkait tersebut berkepentingan langsung terhadap permohonan yang diajukan Pemohon.
“Selain itu, pada sidang PHP Kada yang sebelumnya Termohon menyampaikan jawaban sebelum dilakukannya persidangan, namun pada PHP Kada 2020 ini cukup disampaikan pada saat sidang pemeriksaan atau sidang kedua,” terang Daniel yang menyampaikan materi didampingi oleh Panitera Muda I MK Triyono Edi Budhianto selaku moderator.
Usai memberikan materi, para peserta yang mengikuti bimtek diperkenankan mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau memberikan masukan terkait persiapan penanganan perkara PHP Kada yang akan dilaksanakan MK mendatang. Sebuah pertanyaan datang dari peserta dari KPU Gunung Sitoli, Sumatra Utara mempertanyakan terkait dengan alat bukti yang rangkap yang harus diserahkan pihak-piahk yang berperkara di MK, mengingat situasi pandemi yang belum usai sehingga bagaimana kebijakan MK dalam menyikapi hal ini.
Atas pertanyaan ini, Daniel menjelaskan bahwa alat bukti akan dilihat oleh para pihak dan dalam persidangan di depan hakim konstitusi. Oleh karena situasi yang tidak biasa saat pandemi ini, maka ketentuannya akan diatur agar alat bukti tidak dipersoalkan dan diragukan keabsahannya dengan membuat kesepakatan bersama. “Pada prisnsipnya bisa online dan offline dan untuk alat bukti akan ada dihadirkan nantinya itu, maka kita akan buat persetujuan bersama yang akan dibahas kemudian,” jelas Daniel.
Perkembangan MK
Pada sesi kedua bimtek ini, Peneliti Senior MK Pan M. Faiz turut berpartisipasi berbagi ilmu dengan para peserta dengan paparan berjudul “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan RI.” Dalam presentasinya, Faiz membuka diskusi dengan mengenalkan model mahkamah konstitusi yang ada di dunia, yakni mahkamah konstitusi dengan sistem judicial review, dewan konstitusi dengan sistem judicial preview, dan mahkamah/dewan konstitusi dengan sistem hybrid review.
Lebih jelas Faiz meneragkan bahwa sistem judicial review menempatkan UU yang baru dapat diajukan pengujiannya setelah menjadi UU atau disahkan sebagai UU. Pada model ini, tentu akan ada komplain karena norma telah susah payah dibuat, namun kemudiankarena digugat dan ternyata keberadaannya dapat saja dibatalkan oleh MK. Akan tetapi, kelebihan dari sistem ini bahwa ketidaksesuaian norma dapat terlihat konkret atau potensial terjadi karena telah ada implementasinya dalam kehidupan masyarakat luas.
“Selaku penyelenggara pemilihan umum dan kepala daerah, KPU perlu mencermati perkembangan MK khusunya terkait dengan pengujian undang-undang yang berhubungan dengan kepemiluan yang mana-mana saja yang telah diajukan pengujiannya ke MK dan dibatalkan oleh MK,” urai Faiz yang tampil didampingi secara virtual oleh Kabid Program dan Penyelenggaraan Pusdik MK Nanang Subekti.
Selanjutnya pada model dewan konstitusi, sambung Faiz, sistem judicial preview ini bermakma UU dapat digugat pada saat masih dalam bentuk rancangan undang-undang. Keuntungan dari model ini, sambungnya, adalah hemat biaya tetapi kelemahannya bisa jadi saat UU baru diimplementasikan, barulah terlihat adanya pelanggarannya sedangkan UU tersebut tidak dapat dilakukan judicial review. Berikutnya, ada negara yang menggunakan sistem hybrid review yang menggabungkan kedua sistem ini.
Tata Cara Daring
Sementara itu, pada sesi ketiga bimtek ini, Panitera Muda II MK Wiryanto menjelaskan materi berjudul “Mekanisme dan Tahapan, Kegiatan, Jadwal, Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020.” Pada paparannya, ia meminta agar para peserta bimtek harus memahami lebih dulu hukum acara MK sebelum masuk pada tahap mekanisme tahapan penanganan perkara, terutama saat pandemi ini ada beberapa aturan dan tata cara yang dilakukan penyesuaian oleh MK untuk tetap dapat menyelenggarakan sidang dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan Pemerintah dalam pencegahan persebaran Covid-19.
Diakui Wiryanto bahwa MK mendorong semua kegiatan antara pihak-pihak dalam melakukan pengajuan perkara PHP Kada Tahun 2020 ini semaksimal mungkin dilakukan secara daring, baik dalam pengajuan permohonan maupun kelengkapan surat-surat dan bahkan alat bukti yang akan diajukan para pihak.
“MK mendorong tata caranya dengan online, bahkan MK dalam persidangan pun lebih banyak melalui daring daripada mengharuskan untuk datang ke MK. Karena kemungkinan para pihak yang datang ke MK akan dibatasi guna melaksanakan protokol Kesehatan,” jelas Wiryanto yang menyampaikan materi secara daring dari Gedung MK, Jakarta.
Lebih jauh, dalam paparannya Wiryanto menerangkan poin-poin utama dari PMK Nomor 4 Tahun 2020 dan PMK Nomor 5 Tahun 2020 yang implimentasinya akan terlihat jelas nanti pada saat persidangan PHP Kada setelah KPU atau Termohon mengumumkan hasil Pilkada Tahun 2020. Sejatinya, ada 14 tahapan dalam PMK yang menjadi simpul utama yang harus diikuti dalam pelaksanaan penyelesaian perkara pada pilkada kali ini, mulai dari tataran masa penerimaan permohonan hingga putusan, dan tahapan penyelesaian perkara. Dalam mekanisme pelayanan terkait hal ini, para pihak dapat datang langsung pada pukul 08.00 WIB dan pendaftaran akan tersimtem hingga pukul 24.00 WIB, sedakan bai pihak yang menggunakan sistem online sedari awal dapat mendapatan kelebihan waktu karena pelayanan akan dilayani sistem selama 24 jam secara otomatis. “Sehingga karena itulah MK mendorong para pihak melakukan pendaftaran dan semua mekanisme penanganan PHP kada secara online,” terang Wiryanto.
Setelah menjabarkan mengenai mekanisme penanganan perkara PHP Kada ini, para peserta pun secara bergantian mengajukan pertanyaan pada narasumber. Satu pertanyaan menarik datang dari KPU Kota Gunung Sitoli, Sumatera Utara yang mempertanyakan keberadaan Pemantau Pemilu yang hingga hari ini (hari diadakannya bimtek hari kedua) tidak ada yang mendaftar dan apabila hingga hari H pemilihan tidak ada, siapakah yang berhak mengajukan permohonan sebagai Pihak Terkait nantinya? Apakah boleh Bawaslu atau Relawan Kolom Kosong yang mengajukan permohonannya? Mendapati pertanyaan menarik ini, Wiryanto menjawab bahwa relawan adalah pihak tidak punya kedudukan hukum sehingga hal ini sangat berpengaruh pada kepesertaannya dalam sidang. Apabila memang tidak ada pemantau resmi yang terdaftar, hal ini menandakan tidak adanya komitmen yang kuat dari masyarakat untuk mengawal sebuah pesta demokrasi ini.
Menjawab dalam Uraian
Pada sesi terakhir bimtek pada hari kedua ini, Panitera Pengganti Tingkat I Syaiful Anwar membagi pengalamannya dalam presentasi berjudul “Teknik Penyusunan Jawaban Termohon”. Dalam sesi ini, Syaiful lebih bayak memberikan teknik penyusunan jawaban dibandingkan teori dari sebuah permohonan. Menurutnya, idealnya dari jawaban dari dalildali yang masuk ke MK pada setiap penanganan perkara PHP Kada, perlu diberikan keterangannya oleh KPU selaku Termohon.
“Jika yang sudah sering beracara di MK, maka sanggahan ataupun tangkisan dalil Pemohon tentu pasti sudah biasa dibuatkan. Intinya, tidak usah berpanjang-panjang, Termohon cukup menjawab secara tegas dalam uraian yang menuju pada sasaran dari hal yang didalilkan Pemohon, Petitum yang berisi sanggahan, seperti perhitungan suara telah benar dilakukan oleh Termohon. Ituah hal utama yang perlu Termohon pahami,” jelas Syaiful.
Sebagai informasi, kegiatan bimtek ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan meningkatkan pengetahuan tentang hukum acara PHP Kada. Kegiatan bimtek untuk anggota KPU ini diselenggarakan selama tiga hari (6 – 8/10/2020). Adapun materi yang diberikan di antaranya terkait dengan teknik penyusunan jawaban; praktik penyusunan jawaban Termohon, dan sistem informasi elektronik. Sedangkan materi bimbingan teknis, disampaikan oleh narasumber yang kompeten di bidangnya, seperti Hakim Konstitusi, Panitera, Panitera Muda, Peneliti, dan Pegawai MK. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari