JAKARTA, HUMAS MKRI – Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memberikan ceramah pada acara kajian rutin “BI Religi” yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) pada Senin (5/10/2020) siang secara virtual dari ruang kerjanya di lantai 15 Gedung Mahkamah Konstitusi. “Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa ajaran agama Islam diturunkan sebagai rahmat bagi sekalian alam. Oleh karena itu, sebagai umat muslim kita memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya,” kata Anwar Usman dalam acara yang dihadiri Gubernur BI Perry Warjiyo, para Deputi Gubernur BI maupun para pejabat dan pegawai BI.
Dikatakan Anwar, umat muslim adalah etalase atau cermin dari ajaran agama Islam. Jika umat muslim salah dalam mengamalkan ajaran agama, maka salah pula orang di luar Islam dalam mempersepsikan ajaran agama Islam. Sebagai umat muslim, ujar Anwar, sebagai contoh teladan yang paling sempurna dan paripurna adalah Baginda Nabi Muhammad SAW.
“Kata Rasulullah, sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Sabda Rasulullah ini sangat cocok dengan program BI Religi. Disamping membangun budaya kerja, tetapi yang jauh lebih penting adalah membangun perilaku, akhlak sebagaimana yang diharapkan Rasulullah SAW,” ungkap Anwar yang menyajikan materi “Kepemimpinan Menurut Islam dan Konstitusi”.
Anwar melanjutkan, kehadiran Nabi Muhammad SAW telah membuat seluruh umat manusia mendapat rahmat yang tiada terhingga, yakni berupa cahaya hidayah yang telah menembus kegelapan jahiliyah. Sejarah telah mengisahkan bahwa sebelum Rasulullah lahir, kehidupan di masa itu penuh dengan perbuatan onar yang merusak kehidupan manusia. Bahkan perbuatan keji umat manusia telah merendahkan harkat dan martabatnya pada titik nadir yang paling rendah,” urai Anwar.
Berkat keteladanan dan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW setidaknya terdapat tiga perubahan besar yang dialami oleh umat manusia. Perubahan tersebut meliputi bidang sosial, bidang akidah, bidang politik kenegaraan.
“Di bidang sosial, kita masih ingat ketidakadilan kerap terjadi pada zaman jahiliyah. Masyarakat dikelompokkan berdasarkan perbedaan kelas dan ras. Perbudakan menjadi hal yang sangat lumrah. Manusia diperjual-belikan ibarat sebuah benda atau barang yang tidak memiliki hak untuk menentukan hidup dan keinginannya sendiri. Saat ini kita mengenal dengan istilah human trafficking & slavery. Berbagai negara saat ini telah menentang, mengutuk perdagangan orang dan perbudakan. Nabi Muhammad menentang perdagangan orang dan perbudakan. Semua manusia sama di mata Allah SWT dan yang membedakan adalah ketakwaan,” tegas Anwar.
Di bidang akidah, ucap Anwar, Rasulullah SAW juga melakukan perubahan yang sangat mendasar. Pada zaman jahiliyah, penduduk saat itu merupakan penyembah berhala, patung dan beragam benda lainnya yang dipercaya memiliki kekuatan. Rasullulah berdakwah bahwa benda-benda atau berhala tidak memberi manfaat apapun bagi umat manusia. Hanya Allah SWT yang satu-satunya patut disembah dan dipertuhankan.
Politik Kenegaraan
Sementara dalam bidang politik kenegaraan, Rasulullah SAW juga telah melakukan perubahan yang sangat besar. Jika pada masa jahiliyah sangat sulit untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan, segala keputusan atau ketentuan hukum tidak didasarkan pada aturan hukum, namun berdasarkan kekuatan, kekuasaan semata.
“Maka pada masa Rasulullah SAW, segala keputusan merujuk kepada Al-Qur’an dan bermusyawarah jika terdapat perbedaan pandangan. Pada masa ini tidak ada lagi penindasan oleh penguasa terhadap kaum yang lemah. Semuanya memiliki hak yang sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, meski terdapat perbedaan keyakinan. Hidup saling bertoleransi, menghormati sesama, saling membantu, menghormati perbedaan keyakinan di antara umat beragama,” papar Anwar.
Saat ini, kata Anwar, kepemimpinan nasional secara sirkulatif dan limitatif telah ditentukan dalam Konstitusi, paling lama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan melalui mekanisme pemilihan umum. Oleh karena itu, masalah sirkulasi dan format kepemimpinan nasional dalam konteks tersebut bersifat pasti tanpa perlu ditafsirkan atau diterjemahkan berbeda.
“Setiap negara memiliki hak untuk menentukan bentuk negaranya masing-masing. Bahkan di setiap negara Islam tidak memiliki keseragaman dalam menentukan bentuk dan sistem negaranya. Namun yang terpenting dalam penentuan bentuk dan sistem di negara-negara Islam tidak bertentangan dengan syariat Islam sebagai pegangan utama umat muslim. Hal terpenting dalam kehidupan bernegara adalah bertujuan memberikan kesejahteraan, kemakmuran, kedamaian bagi seluruh umat manusia dan seluruh alam. Hakikat diturunkan manusia ke bumi adalah sebagai khalifah untuk menjaga dan mengurus segala makhluk ciptaan Allah SWT. Oleh karena itu, marilah kita meneladani kepemimpinan Rasullullah SAW agar tugas kita sebagai pemimpin di muka bumi, atau sebagai abdi negara, abdi masyarakat dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya,” pungkas Anwar. (*)
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Lulu Anjarsari