JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan ketetapan penarikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945. Sidang pengucapan Ketetapan Nomor 70/PUU-XVIII/2020 digelar pada Selasa (29/9/2020) di Ruang Sidang Pleno MK.
Permohonan uji materi UU Pilkada ini diajukan oleh Lembaga Kemasyarakatan Paguyuban Warga Solo Peduli Pemilu (PWSPP) yang diwakili oleh Johan Syafaat Mahanani dan Almas Tsaqibbirru RE, A, dan perseorangan atas nama Tresno Subagyo, Johan Syafaat Mahanani, Almas Tsaqibbirru RE, A.
“Menetapkan, mengabulkan penarikan kembali permohonan para Pemohon,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Anwar Usman membacakan ketetapan.
-
Terhadap penarikan kembali permohonan para Pemohon tersebut, Pasal 35 ayat (1) UU MK menyatakan, “Pemohon dapat menarik kembali Permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan” dan Pasal 35 ayat (2) UU MK menyatakan bahwa penarikan kembali mengakibatkan Permohonan a quo tidak dapat diajukan kembali.
Sesuai dengan Pasal 34 UU MK, sambung Anwar, Mahkamah telah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan terhadap permohonan tersebut melalui Sidang Panel pada 8 September 2020. Dalam sidang tersebut Panel Hakim pun telah memberikan nasihat pada para Pemohon untuk memperbaiki permohonan. Kemudian, Mahkamah Konstitusi menerima surat pencabutan permohonan dari para Pemohon melalui surat elektronik. Sehingga, pada Sidang Panel untuk memeriksa Perbaikan Permohonan pada 21 September 2020, Mahkamah melakukan konfirmasi pada para Pemohon dan hal tersebut pun dibenarkan oleh kuasa para Pemohon.
Dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya, lebih lanjut Anwar menyebutkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pada 22 September 2020 telah menetapkan pencabutan atau penarikan kembali terhadap permohonan a quo adalah beralasan menurut hukum, sehingga para Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan. Mahkamah juga telah memerintahkan Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mencatat perihal penarikan kembali permohonan a quo dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dan mengembalikan salinan berkas permohonan pada para Pemohon.
Baca Juga:
LSM Paguyuban Warga Solo Uji Pelaksanaan Pilkada di Masa Pandemi Covid-19
Paguyuban Warga Solo Perkuat Argumentasi Uji UU Pilkada
Sebagai informasi, para Pemohon mengujikan Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada khususnya frasa “perbuatan tercela”. Dalam norma tersebut dijelaskan antara lain judi, mabuk, pemakai/pengedar narkotika, dan berzina serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya. Semestinya, “perbuatan tercela” tidak sebatas dalam pelanggaran hukum pidana saja, melainkan berkaitan dengan norma hukum, agama, kesusilaan, kesopanan, adat, dan etika dalam masyarakat.
Menurut para Pemohon, “perbuatan tercela” juga mencakup banyak perbuatan yang dianggap tidak patut dilakukan di dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai ilustrasi, dicontohkan seseorang yang mengajak orang lain untuk tidak menggunakan hak pilihnya, tetapi pada Pemilu/Pilkada selanjutnya, yang bersangkutan mengajukan diri sebagai Calon Peserta untuk dipilih dalam Pemilu/Pilkada. Perbuatan ini dinilai Pemohon termasuk juga “perbuatan tercela” karena tidak memberikan contoh yang baik bagi masyarakat.
Penulis : Sri Pujianti.
Editor : Nur R.
Humas : Raisa Ayuditha.