JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumlah wakil menteri dalam Kabinet Indonesia Maju masih tercatat merangkap jabatan sebagai komisaris. Dalam pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019, Mahkamah menegaskan larangan rangkap jabatan yang berlaku pada menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) juga harus berlaku terhadap wakil menteri. Menurut Mahkamah, sekalipun wakil menteri membantu menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas kementerian, namun karena pengangkatan dan pemberhentian wakil menteri merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana halnya pengangkatan dan pemberhentian menteri, maka wakil menteri haruslah ditempatkan pula sebagai pejabat sebagaimana halnya status yang diberikan kepada menteri.
Sejak dibacakan pada 27 Agustus 2020, sejumlah wakil menteri masih tercatat merangkap jabatan. Hal ini menjadi latar belakang Viktor Santoso Tandiasa yang berprofesi sebagai advokat menggugat konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara. Sidang pemeriksaan pendahuluan Perkara Nomor 76/PUU-XVIII/2020 ini digelar pada Senin (28/9/2020). Pasal 23 UU Kementerian Negara menyatakan, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau. c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Yohanes Mahatma Pambudianto selaku kuasa hukum Pemohon menerangkan bahwa meskipun dalam putusan perkara tersebut MK memutus dengan amar “tidak diterima”, pertimbangan MK dinilai Pemohon sebagai Ratio Decidendi atau prinsip hukum atas persoalan konstitusionalitas ketentuan norma pasal yang saat ini diuji Pemohon. Dengan merujuk kepada praktik di lapangan, bahwa masih terdapat wakil menteri yang merangkap jabatan komisaris, Pemohon menilai terdapat benturan tugas, fungsi, dan peran kepada menteri dan dan pejabat lainnya di bawah menteri. Menurut Pemohon yang juga menjadi kuasa hukum Pemohon Perkara Nomor 80/PUU-XVII/2019, sikap presiden dan menteri BUMN menunjukkan ketidakpahaman terhadap keberlakuan putusan MK dan ketidakpatuhan terhadap kekuatan hukum atas putusan tersebut.
Oleh karena itu, Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 23 UU Kementerian Negara terhadap frasa “Menteri” tetap konstitusional dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai “termasuk wakil menteri”.
Kedudukan Hukum Influencer
Menanggapi permohonan Viktor, Hakim Konstitusi Suhartoyo meminta pemohon memperkuat kedudukan hukum terutama karena Pemohon menegaskan kedudukan hukum sebagai seorang pemengaruh (influencer).
“Selaku influencer yang kemudian selalu mengajak pentingnya berkonstitusi dalam bernegara, hubungannya juga sangat luas. Apakah secara spesifik Anda atau mungkin juga pernah punya audiens berkaitan dengan (aturan) jabatan rangkap di wakil menteri ini? Ini juga harus dibuktikan kepada Mahkamah,” saran Suhartoyo.
Senada dengan nasihat tersebut, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul meminta pemohon untuk menguraikan kedudukan hukum secara lebih komprehensif. Manahan juga meminta Pemohon untuk menguraikan relevansi norma yang diuji dengan kerugian konstitusional yang dialami.
Kemudian, Ketua Panel Hakim Wahiduddin Adams menyarankan agar Pemohon lebih menguraikan kedudukannya sebagai pemengaruh. Wahiduddin berpandangan istilah influencer merupakan hal baru dalam kedudukan hukum Pemohon. Sehingga, Mahkamah harus diyakinkan dengan argumentasi mendetail mengenai kerugian hukum yang dialami Pemohon. “Jangan sampai hanya dipergunakan untuk menambah jumlah subscriber Saudara. Hal ini bisa merugikan Mahkamah,” pesan Wahiduddin.
Sebelum menutup persidangan, Wahiduddin menyampaikan bahwa Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Permohonan disampaikan oleh Pemohon paling lambat hari Senin, 12 Oktober 2020 pukul 13.30 WIB. (*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Raisa Ayuditha