JAKARTA, HUMAS MKRI- Permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) akhirnya tidak dapat diterima. “Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua Pleno Hakim Konstitusi Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 52/PUU-XVIII/2020 pada Senin (28/9/2020). Uji materi UU HAM ini diajukan oleh Alamsyah Panggabean, warga Desa Tanjung Botung, Kecamatan Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara.
Mahkamah dalam pertimbangan hukum putusan tersebut menyatakan Pemohon mengajukan pengujian Pasal 15 UU HAM. Namun, hal yang dipermasalahkan Pemohon dalam bagian awal alasan-alasan permohonan (posita) adalah mengenai pembentukan Kabupaten Padang Lawas yang dilandaskan pada Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Di Provinsi Sumatera Utara (UU 38/2007).
Secara lebih spesifik Pemohon mempermasalahkan pengisian anggota DPRD Kabupaten Padang Lawas yang dilakukan melalui penetapan karena merupakan pengisian pertama. Terkait hal tersebut Pemohon tidak menjelaskan bagian mana dari mekanisme pengisian keanggotaan DPRD Kabupaten Padang Lawas yang merugikan hak konstitusionalitas Pemohon.
Di sisi lain, dalam permohonan hlm. 19, Pemohon mengajukan permohonan yang ditujukan kepada Pemerintah Republik Indonesia “supaya diberikan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama, agar ditetapkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas”.
Selanjutnya Pemohon menghubungkan ketentuan mengenai pengisian keanggotaan DPRD Kabupaten Padang Lawas yang diatur dalam UU 38/2007 tersebut dengan UU 39/1999 terutama frasa “secara pribadi” dalam Pasal 15 UU HAM. Pemohon berpendapat frasa “secara pribadi” dalam Pasal 15 UU 39/1999 bertentangan dengan frasa “secara kolektif” dalam Pasal 28C ayat (2) UUD 1945.
Permohonan Kabur
Menurut Pemohon frasa “secara pribadi” dalam Pasal 15 UU HAM bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “secara kolektif”. Namun Pemohon tidak memberikan argumentasi lebih lanjut di mana letak pertentangan antara frasa “secara pribadi” a quo dengan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945. Hal demikian menurut Mahkamah tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang.
“Ketiadaan argumentasi yang memadai dari Pemohon mengenai inkonstitusionalitas frasa “secara pribadi” dalam Pasal 15 UU 39/1999, serta tidak dijelaskannya pula hubungan antara frasa tersebut dengan uraian Pemohon mengenai UU 38/2007, menurut Mahkamah mengakibatkan permohonan Pemohon tidak dapat dipahami. Oleh karenanya, berdasarkan hal demikian Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon kabur,” kata Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang membacakan pendapat Mahkamah.
Baca Juga…
Menguji Makna Hak Pengembangan Diri Secara Pribadi dalam UU HAM
Pemohon Uji UU HAM Tegaskan Kembali Permohonan
Sebagaimana diketahui, permohonan uji materi UU HAM diajukan oleh Alamsyah Panggabean. Pemohon menyampaikan dirinya merupakan perorangan warga negara Indonesia sebagai orang asli dari Tapanuli sebagai keturunan dari Siraja Panggabean yang berasal dari Pansur Napitu Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara yang merupakan keturunan raja di tanah Batak serta pembayar pajak dan seniman.
Menurut Pemohon, berlakunya Pasal 15 UU HAM menghalangi haknya untuk tumbuh dan berkembang, mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama dalam pemerintahan. Hal ini karena perencanaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara dilakukan oleh partai politik tanpa mengikutsertakan Pemohon sebagai anggota dalam perencanaan dan pengawasan untuk masa jabatan periode 2009-2014, 2014-2019 dan 2019-2024.
Pasal 15 UU HAM menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pemohon mengungkapkan, pada 10 Agustus 2007 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas di Provinsi Sumatera Utara sebagai daerah otonom untuk menjalankan otonomi daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat, antara lain dalam kegiatan perencanaan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan.
Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1) UU 38/2007 itu, pengisian keanggotaan DPRD Kabupaten Padang Lawas untuk pertama kali dilakukan dengan sistem penetapan, bukan melalui Pemilihan Umum atau melalui Undang-Undang Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) UUD 1945.
Pemohon memohon kepada MK untuk memberikan penafsiran terhadap Pasal 15 UU HAM sepanjang frasa “secara pribadi” harus diartikan sebagai peraturan pemerintah dan untuk pertama kalinya pengaturan mengenai penetapan Pemohon sebagai anggota DPRD Kabupaten Padang Lawas ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan selanjutnya mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina