JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang perdana pengujian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan (UU Keprotokolan) digelar di Mahkamah Konstitusi pada Kamis (10/9/2020) siang. Permohonan perkara yang teregistrasi Nomor 72/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Abu Bakar, seorang buruh harian lepas. Abu Bakar menguji Pasal 9 ayat (1) huruf e dan huruf m UU Keprotokolan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 9 ayat (1) huruf e UU Keprotokolan menyatakan, “Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;” Kemudian Pasal 9 ayat (1) huruf m UU Keprotokolan menyatakan, “Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Badan Penyelenggara Pemilihan Umum, Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Wakil Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, dan Wakil Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia;”
Pemohon diwakili kuasa hukumnya Munatsir Mustaman menyebutkan bahwa ia adalah pemilih dalam Pemilu 2019 untuk pemilihan anggota DPR. Menurut Pemohon, keberadaan objek yang diuji tidak menjelaskan tata tempat untuk Pimpinan DPR dalam acara kenegaraan dan acara resmi. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan sebab dalam praktiknya tata tempat untuk Pimpinan terpisah-pisah. Padahal Ketua DPR dan Wakil Ketua DPR sama-sama berstatus Pimpinan DPR yang bertugas secara kolektif dan kolegial menjalankan kewenangan dan mengambil keputusan secara bersama dalam posisi yang setara.
“Hal demikian menyebabkan kerugian Pemohon selaku pemilih anggota DPR yaitu dilanggarnya prinsip kerja kolektif dan kolegial dan rusaknya kehormatan dan keluhuran martabat DPR yang merupakan hak Pemohon untuk memilih anggota DPR berdasarkan Konstitusi. Oleh karena itu segala hak konstitusional yang Pemohon perjuangkan ini bersumber dan identik dengan hak konstitusional seluruh pemilih di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas Pemohon beranggapan memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan ini,” urai Munatsir kepada Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Munatsir melanjutkan, pada Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib dalam Pengaturan Wewenang Pimpinan DPR tidak ada pembedaan. Tetapi prinsip kerja kolektif kolegial Pimpinan DPR tersebut tidak terlihat pada penerapan hak keprotokolan, karena faktanya tata letak Pimpinan DPR dalam acara kenegaraan dan acara resmi sering terpisah-pisah antara Ketua DPR dan Wakil Ketua DPR. Hal tersebut terjadi karena frasa “sesuai urutan sebagaimana dimaksud UU Keprotokolan” yang tidak mengatur jelas tata letak Pimpinan DPR dalam acara kenegaraan dan acara resmi.
Terhadap dalil-dalil permohonan, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menasehati Pemohon agar lebih lengkap menuliskan pasal-pasal dan undang-undang yang diuji serta pasal yang menjadi batu uji. Termasuk penulisan Undang-Undang Dasar 1945 harus lebih lengkap dituliskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selanjutnya Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menanggapi format permohonan Pemohon agar mengikuti sistematika permohonan berperkara di MK. Manahan menasihati Pemohon agar tidak mencantumkan bagian pendahuluan dalam permohonan.
“Sebaiknya isi dari pendahuluan dilebur ke bagian kedudukan hukum maupun posita permohonan. Sistematika permohonan terdiri atas identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, posita dan terakhir petitum,” jelas Manahan yang juga menilai Pemohon kurang lengkap menguraikan identitas Pemohon dalam kedudukan hukum sehingga perlu penjabaran lebih lanjut.
Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mencermati kedudukan hukum Pemohon. “Legal standing adalah pintu masuk menuju pokok permohonan. Identitas Pemohon hanya disebutkan sebagai buruh harian lepas. Hal ini agak susah untuk meyakinkan para hakim tentang kerugian konstitusional Pemohon. Kecuali kalau misalnya Abu Bakar seorang anggota DPR yang berpotensi suatu ketika bisa menjadi Wakil Ketua atau Pimpinan DPR,” ucap Daniel.
Penulis: Nano Tresna Arfana.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana
Foto: Gani.