JAKARTA, HUMAS MKRI – Kehadiran civil society melalui eksistensi organisasi massa, termasuk Non Government Organization (NGO) atau lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada gilirannya semakin mereduksi kewenangan tiga cabang kekuasaan negara. Sama seperti halnya pers, civil society melakukan fungsi kontrol terhadap pemerintah.
“Non Government Organization atau Lembaga Swadaya Masyarakat muncul sebagai kelompok penekan yang sangat memengaruhi kebijakan yang diambil oleh badan eksekutif, legislatif maupun judikatif, “ kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang menjadi narasumber “Diskusi Panel dalam Webinar Rapat Afirmasi Naskah Stardardisasi Materi PIP Aturan Sipil Negara Daerah” yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), pada Selasa (8/9/2020) pagi.
Arief melanjutkan, sebagai kelompok kepentingan, civil society berusaha memengaruhi kebijakan negara tanpa berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung. Sampai sejauh ini, pers dan civil society turut mengawal penyelenggaraan dan pengelolaan negara. Keduanya berperan menjadi alat kontrol bagi negara dan pemerintah.
Dikatakan Arief, kalau tadinya masyarakat diikat oleh kewargaan sebagai warga negara, kini hadir media sosial karena kemajuan teknologi informasi. “Saya mengatakan bahwa sekarang media sosial menjadi kekuatan baru atau sebagai para influencer,” ujar Arief yang menulis makalah berjudul “Netizen dan Media Sosial adalah Arsenal Baru Pembumian Nilai-Nilai Pancasila di Era Kekinian”.
Namun Arief menyayangkan, para influencer dalam hal ini media sosial di masa sekarang tidak berperan aktif dan tidak bergerak untuk membumikan, menyosialisasikan dan mempraktikkan Pancasila. Malah kemudian para influencer saat ini seringkali bersifat negatif, yang menginfiltrasi berdasarkan ideologi-ideologi trans-nasional.
“Padahal kebenaran di Indonesia adalah yang berdasarkan ideologi Pancasila. Dengan demikian, yang harus dikomunikasikan, ditransformasikan, disampaikan kepada publik adalah nilai-nilai penjabaran apa yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” jelas Arief.
Sebaliknya, sambung Arief, kalau yang dijejalkan kepada masyarakat berupa hoax, ujaran kebencian (hate speech) dan sebagainya, semakin lama masyarakat akan percaya dengan konten-konten media sosial ruang publik virtual yang lepas dari konteks dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Pada kesempatan ini Arief juga menyampaikan pesan kepada BPIP agar mengisi konten di media sosial secara kreatif, menarik, tidak hanya menyajikan konsumsi bagi orang dewasa, tetapi juga untuk anak-anak yang sesuai dengan tingkatan mereka. “Kita penuhi ruang publik virtual dengan narasi-narasi dan konten-konten yang menjelaskan mengenai ideologi dan dasar negara Pancasila,” ucap Arief.
Lebih lanjut berkenaan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN), Arief menjelaskan bahwa ASN memiliki posisi yang sangat strategis. “Kalau teman-teman PNS dan ASN membantu tugas atasannya, termasuk kepada hakim konstitusi namun memberikan input dan pemahaman yang keliru, maka ini akan menyebabkan kekeliruan dalam membuat kebijakan. Oleh sebab itu saya katakan ASN memiliki posisi yang sangat strategis,” imbuh Arief.
Bagaimana ASN Indonesia? Menurut berbagai peraturan perundang-undangan, misalnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, mengharuskan ASN maupun PNS di Indonesia wajib setia, taat kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan pemerintah yang sah.(*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari