JAKARTA, HUMAS MKRI - Pengalihan aset dari Kabupaten Kerinci ke Kota Sungai Penuh berdasarkan fakta telah dilakukan sebanyak tiga tahap, tahap pertama pada 26 Mei 2013, tahap kedua pada 24 Maret 2016, dan khusus untuk penyerahan BUMD berupa penyerahan sebagian aset PDAM Tirta Sakti yang ada di wilayah Kota Sungai Penuh dilakukan pada 14 Februari 2018. Hal tersebut diuraikan Mat Rasyid selaku Saksi yang dihadirkan Pihak Presiden pada sidang kesembilan pengujian Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh di Provinsi Jambi (UU Pembentukan Kota Sungai Penuh) pada Senin (7/9/2020) di ruang sidang Pleno MK.
Permohonan perkara yang teregistrasi Nomor 3/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh 13 Pemohon yang terdiri atas Pensiunan PNS, advokat, tokoh pemuda, dosen, dan mantan anggota DPRD Kabupaten Kerinci. Para Pemohon mendalilkan Pasal 13 ayat (1), ayat (3), ayat (5), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) UU Pembentukan Kota Sungai Penuh. Lebih lanjut Rasyid menceritakan secara kronologis bahwa setelah dilantiknya Walikota Sungai Penuh, pemerintah daerah kota tersebut melakukan berbagai upaya agar pengalihan aset dan penyerahan hibah, baik ke tingkat provinsi maupun melakukan koordinasi ke berbagai kementerian negara seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
“Telah disepakati bahwa penyerahan aset diserahkan paling lambat 5 tahun sejak dilantiknya pemerintahan baru, maka pengalihan aset pun dilakukan secara bertahap. Dan pada rapat fasilitasi untuk masalah aset, disepakati bahwa penyerahan aset ini telah sesuai dilaksanakan amanat undang-undnag yang berlaku,” cerita Rasyid yang menjabat sebagai Asisten Administrasi Umum Kota Sungai Penuh yang dilantik pada 2011 dan masih aktif bekerja hingga sekarang.
Baca juga: Terdampak Pemekaran, Sejumlah PNS Gugat UU Pembentukan Kota Sungai Penuh
Sehubungan dengan pembentukan Kota Sungai Penuh ini, Rasyid menjabarkan bahwa kota tersebut dibentuk berdasarkan kehendak dan aspirasi yang berkembang di masyarakat serta telah memenuhi syarat yang ditentukan. Kajian akademis pun sudah dilakukan dan beberapa keputusan juga dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satunya oleh Menteri Dalam Negeri yang menjabat pada saat itu terdapat sembilan aspek yang harus dilakukan oleh daerah otonomi baru pada 8 November 2008. Dari hal tersebut, sambung Rasyid, yang menjadi masalah adalah penyerahan aset dan dokumen serta pembiayaan dana hibah serta penegasan batas daerah.
“Berhubungan dengan penegasan batas daerah ini juga telah selesaikan sejak 2019 lalu dengan Putusan Mendagri Nomor 25 Tahun 2019,” ungkap Rasyid di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.
Sebagai informasi, dalam permohonan ini mempermasalahkan pemekaran Kabupaten Kerinci yang melahirkan daerah otonom baru dalam bentuk kota bernama Kota Sungai Penuh. Sedangkan bagi pemekaran empat kabupaten lainnya di Provinsi Jambi hanya melahirkan daerah otonom baru dalam bentuk kabupaten. Akibat perbedaan dari hasil pemekaran Kabupaten Kerinci ini adalah perpindahan pusat perpindahan ibu kota kabupaten ke desa Bukit Tengah, Kecamatan Siulak. Dengan terbaginya wilayah menjadi dua daerah otonom merupakan konsekuensi logis dari pemekaran dengan batas-batas yang ditetapkan dalam UU Pemekaran.
Selain itu, Pemohon menganggap Kabupaten Kerinci dibebani pemindahan ibu kota, namun bantuan dana alokasi khusus dari Pemerintah Pusat untuk pembangunan infrastruktur pemerintahan diberikan kepada Kota Sungai Penuh selaku daerah otonomi baru. Padahal kabupaten induk juga tetap membutuhkan dana untuk berbagai pembangunan sarana penunjang di desa Bukit Tengah yang masih minim.
Sebelum menutup sidang, Anwar mengingatkan agar seluruh pihak menyerahkan kesimpulan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak berakhirnya sidang pada hari ini hingga Selasa, 15 September 2020 pukul 11.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Lambang S