JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Permohonan diajukan Inri Januar (Pemohon I), Oktoriusman Halawa (Pemohon II), dan Eliadi Hulu (Pemohon III). Dalam amar putusan, MK menyatakan menolak permohonan para Pemohon.
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 21/PUU-XVIII/2020, Kamis (27/8/2020) siang di Ruang Sidang Pleno MK.
Mahkamah mempertimbangkan dalil Pemohon mengenai syarat “keadaan memaksa” yang tidak dimasukkan ke dalam klausul perjanjian. “Keadaan memaksa adalah keadaan yang tidak dapat diketahui, tidak dapat diduga, akan terjadi pada waktu membuat perjanjian. Karena itu sesuatu yang wajar apabila tidak memasukkan syarat keadaan memaksa pada waktu perjanjian dibuat. Meski tidak menutup kemungkinan dalam perjanjian-perjanjian tertentu juga mencantumkan antisipasi keadaan memaksa dalam klausul perjanjian,” kata Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang membacakan pertimbangan Mahkamah.
Terhadap dalil Pemohon tersebut, Mahkamah berpendapat hal tersebut tidak menghilangkan hak konstitusional debitor dalam hal ini sebagaimana didalilkan para Pemohon untuk membuktikan terlebih dahulu, baik pada tahap musyawarah dengan debitor (nonlitigasi) maupun ada proses peradilan dalam hal debitor menggunakan upaya hukum, perlawanan atau gugatan sebelum eksekusi hak tanggungan dilakukan dengan menggunakan instrumen Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai satu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain menunjuk satu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”.
Selain itu menurut Mahkamah, norma Pasal 14 ayat (3) UU Hak Tanggung Atas Tanah tidak menghilangkan konstitusional debitor. Sebab unsur-unsur yang menjadi sifat dan ciri dalam hak tanggungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan karakteristik yang melekat dalam hak tanggungan merupakan syarat formal yang bersifat fundamental dan absolut hak tanggungan. “Sementara itu pemberlakuan pemaknaan secara bersyarat pada frasa kekuatan eksekutorial dan frasa sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diinginkan oleh para Pemohon adalah syarat yang bersifat tambahan yang berada dalam ruang lingkup implementasi yang dapat diakomodir dalam bingkai kebebasan berkontrak yang menjadi syarat sahnya sebuah perjanjian,” tandas Manahan.
Berkaitan dengan debitor yang tidak dapat memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan kreditor akibat keadaan yang memaksa, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan hal itu bukan berkaitan dengan inkonstitusionalitas norma, namun berkaitan dengan pemaknaan yang sesungguhnya bisa diakomodir dalam klausul perjanjian antara debitor dengan kreditor.
“Berkaitan dengan dalil para Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 yang mengaitkan dengan Putusan MK Nomor 18 Tahun 2019 perihal pengujian Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang menurut para Pemohon tepat dijadikan rujukan untuk memaknai yang sama frasa cidera janji dalam permohonan a quo,” kata Suhartoyo.
Terhadap argumentasi para Pemohon tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa terdapat perbedaan yang fundamental antara sifat dari lembaga jaminan fidusia dengan hak tanggungan. Dari perbedaan yang mendasar tersebut kemudian membawa konsekuensi secara yuridis dalam memaknai secara substansial terhadap frasa “cidera janji” pada masing-masing lembaga jaminan kebendaan tersebut. Perbedaan kedua lembaga jaminan tersebut dapat dilihat dari frasa “kekuatan eksekutorial” dan “sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” yang melekat pada hak fidusia dan hak tanggungan.
Sebelumnya, para Pemohon mendalilkan hak-hak konstitusional mereka secara potensial terlanggar dengan keberadaan Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 20 ayat (1) UU Hak Tanggungan. Pemohon I merupakan debitor dari Bank Mandiri yang memberikan hartanya berupa tanah dan bangunan yang melekat di atasnya sebagai jaminan dengan sisa kewajiban enam kali cicilan pada saat perbaikan permohonan ini diajukan, yang melahirkan perjanjian ikutannya yaitu jaminan hak tanggungan karena jaminan hak tanggungan merupakan perjanjian ikutan atau accesoir dari perjanjian pokoknya.
Saat ruang gerak dibatasi oleh Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ada kemungkinan Pemohon di kemudian hari menjadi pihak yang penghasilannya berkurang atau hilang karena PSBB sehingga tidak mampu membayar sisa kewajiban kepada Bank Mandiri sebagaimana diatur dalam perjanjian yang dapat berakibat kreditor dapat melakukan eksekusi terhadap harta benda yang menjadi objek jaminan hak tanggungan karena adanya pasal a quo.
Pemohon II dan Pemohon III telah mencapai umur genap 21 tahun sehingga telah memenuhi kualifikasi cakap hukum dalam melakukan perbuatan hukum yaitu memberikan hak tanggungan. Pemohon II dan Pemohon III merupakan warga negara Indonesia yang dapat dipastikan akan memenuhi kebutuhan pokok atau kebutuhan primernya baik sandang, pangan dan papan, sehingga berdasarkan penalaran yang wajar Pemohon II dan Pemohon III dapat bertindak sebagai Pemberi Hak Tanggungan. Dengan berlakunya pasal a quo yang dimohonkan para Pemohon dapat dipastikan secara potensial merugikan hal konstitusional Pemohon II dan Pemohon III.
Pasal a quo yang dimohonkan para Pemohon pada pokoknya memberikan kewenangan kepada pihak kreditor untuk melakukan eksekusi dengan cara menjual objek hak tanggungan yang dijaminkan oleh debitor apabila debitor cidera janji. Sehingga dapat diketahui bahwa ketika debitor cidera janji maka akan terjadi peralihan hak kepemilikan terhadap objek hak Tanggungan. Peralihan hak milik tersebut jelas merugikan hak konstitusional debitor dan/atau para Pemohon yang secara nyata telah dilindungi dalam ketentuan Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Nur R.
Humas: Raisa A.