JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan pembacaan ketetapan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Kamis (27/8/2020) di Ruang Sidang Pleno MK.
Pada persidangan tersebut, Ketua MK Anwar Usman menyampaikan bahwa mengabulkan penarikan kembali Permohonan Ignatius Supriyadi yang merupakan advokat. Ia mengatakan, Pemohon telah menyampaikan surat bertanggal 13 Agustus 2020 yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi perihal penarikan kembali (pencabutan) atas permohonan pengujian Materiil dalam perkara Nomor 1/PUU-XVIII/2020.
“Mahkamah Konstitusi telah mengagendakan Sidang Pleno untuk mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah pada tanggal 19 Agustus 2020, namun dalam sidang yang telah diagendakan tersebut oleh karena telah ada penarikan permohonan dari Pemohon sebagaimana dimaksud dalam huruf d sehingga sidang pleno dimaksud hanya untuk mengonfirmasi perihal penarikan permohonan Pemohon. Ternyata, Pemohon membenarkan penarikan tersebut,” jelas Anwar.
Terhadap penarikan kembali permohonan Pemohon tersebut, lanjut Anwar, Pasal 35 ayat (1) UU MK menyatakan Pemohon dapat menarik kembali Permohonan sebelum atau selama pemeriksaan MK dilakukan dan Pasal 35 ayat (2) UU MK menyatakan bahwa penarikan kembali mengakibatkan Permohonan tersebut tidak dapat diajukan kembali.
“Menetapkan Mengabulkan penarikan kembali Permohonan Pemohon; Menyatakan Permohonan Nomor 1/PUU-XVIII/2020 mengenai Permohonan Pengujian Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditarik kembali; Menyatakan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo, Memerintahkan Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mencatat perihal penarikan kembali permohonan Pemohon dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dan mengembalikan salinan berkas permohonan kepada Pemohon,” tegas Anwar.
Sebelumnya, Pemohon berpendapat adanya multitafsir dalam UU a quo terkait frasa “dan berakhir pada saat anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota yang baru mengucapkan sumpah/janji”. Seharusnya kata “anggota yang baru” harus dimaknai sebagai “orang baru”, bukan “periode baru”. Namun demikian, ternyata frasa itu ditafsirkan bukan sebagai pembatasan masa jabatan, melainkan sebagai justifikasi/legitimasi dapat dipilihnya anggota berkali-kali (tanpa batas) sehingga anggota yang lama dapat kembali menjadi anggota untuk periode berikutnya tanpa ada pembatasan.
Dengan adanya multitafsir tersebut, maka materi muatan Pasal 76 ayat (4), Pasal 252 ayat (5), Pasal 318 ayat (4), dan Pasal 367 ayat (4) UU MD3 tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 karena telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Selain itu ditafsirkannya materi muatan sebagai tidak terbatasnya masa jabatan anggota legislatif telah membawa suatu lembaga terperosok ke dalam penyalahgunaan wewenang/kekuasaan. Hal ini menyebabkan terciptanya kekuasaan absolut atau penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan, dan belum dapat membawa pada tujuan ideal yang dicita-citakan dalam negara hukum, yaitu keadilan bagi semua orang. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK menyatakan bahwa pasal yang diujikan tidak mempunyai kekuatan hukum dan bertentangan dengan UUD 1945. (*)
Penulis : Utami Argawati
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Andhini SF