JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan uji materiil Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) tidak dapat diterima.
“Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Pokok permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Ketua Pleno Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya terhadap Perkara Nomor 80/PUU-XVII/2019 dalam sidang pengucapan putusan, Kamis (27/8/2020).
Sebagaimana diketahui, Bayu Segara selaku Pemohon I adalah perorangan warga negara Indonesia yang hak-hak konstitusionalnya terlanggar dengan keberadaan Pasal 10 UU Kementerian Negara. Saat ini Pemohon I menjabat sebagai Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK). Bayu kesulitan dalam menjelaskan secara konstitusional tentang fenomena ketatanegaraan tersebut. Padahal, pada tahun 2003 FKHK sebagai organisasi yang dipimpinnya telah berhasil memperjuangkan penegakan konstitusionalisme yang termuat dalam Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013. Hal ini membuat Pemohon I merasa bertanggung jawab untuk kembali menegakkan nilai konstitusionalisme yakni atas keberadaan Wakil Menteri tidak sesuai dengan amanat Konstitusi.
Noval Lailathul Rizky selaku Pemohon II merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta dan aktif dalam keorganisasian kampus. Senada dengan Bayu, Noval juga sering memberikan edukasi hukum maupun pemerintahan kepada teman-teman kuliah maupun masyarakat. Selain itu, Pemohon juga sering mendapatkan pertanyaan terkait dengan keberadaan Wakil Menteri, bertambahnya jumlah Wakil Menteri tanpa adanya kinerja yang jelas, hingga terkait pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk membiayai gaji, tunjangan serta fasilitas Wakil Menteri, staf, asisten yang diambil dari APBN yang berasal sebagian besar dari pajak rakyat. Namun, Pemohon dianggap kesulitan menjelaskan secara konstitusionalitas keberadaan Wakil Menteri karena adanya pemaknaan antara Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUU-IX/2011 dengan Putusan Nomor 1, 2/PUU-XII/2014 dan Putusan Nomor 97/PUU-XI/2013. Hal ini merugikan hak konstitusional Pemohon II dalam menjalankan perannya karena adanya ketidakpastian hukum atas keberadaan wakil menteri secara konstitusionalitasnya.
Konstitusional
Mahkamah berpendapat, pengangkatan Wakil Menteri boleh dilakukan oleh Presiden, terlepas diatur atau tidak diatur dalam UU Kementerian Negara. “Sebab Presiden merupakan pemegang pemerintahan menurut UUD 1945. Mengenai kedudukan Wakil Menteri, Mahkamah telah menyatakan pendiriannya sebagaimana tertuang dalam Putusan MK Nomor 79/PUU-IX/2011 dengan amar putusan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” jelas Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang membacakan pendapat Mahkamah.
Menurut Mahkamah, Pasal 10 UU Kementerian Negara tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengandung persoalan konstitusionalitas. Mahkamah menegaskan, persoalan konstitusionalitas norma Pasal 10 UU Kementerian Negara telah selesai dan tidak terdapat alasan baru yang dapat mengubah pendirian Mahkamah yang dimaksud.
“Oleh karena itu, berkenaan dengan dalil-dalil Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan. Namun demikian penting bagi Mahkamah untuk menegaskan fakta yang dikemukakan para Pemohon mengenai tidak adanya larangan jabatan Wakil Menteri yang mengakibatkan Wakil Menteri dapat merangkap sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau swasta,” ucap Manahan.
Dalam pendapat Mahkamah, terhadap fakta demikian, sekalipun Wakil Menteri membantu Menteri dalam memimpin tugas pelaksanaan kementerian, oleh karena pengangkatan dan pemberhentian Wakil Menteri merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana pengangkatan dan pemberhentin Menteri, maka Wakil Menteri haruslah ditempatkan pula sebagai pejabat sebagaimana status yang diberikan kepada Menteri. Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi Menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara berlaku pula bagi Wakil Menteri. (*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Annisa Lestari