JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) pada Selasa (25/8/2020. Permohonan ini teregistrasi sebagai Perkara Nomor 57/PUU-XVIII/2020. Sidang yang dilaksanakan pada pukul 13.30 WIB ini beragendakan Perbaikan Permohonan.
Kuasa Pemohon, Victor Santoso Tandiasa dkk menyampaikan perbaikan permohonan berupa penambahan pasal UU Pengadilan Pajak yang diuji yaitu Pasal 5 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) dan (2), Pasal 9 ayat (5), Pasal 13 ayat (1) dan (2), Pasal 14, Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (4), Pasal 34 ayat (2). Adanya penambahan pasal-pasal tersebut sebagai dampak Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak.
“Selain itu kami melakukan renvoi pada permohonan yakni poin-poin di halaman 42 dan 44 angka 22-28 yang seharusnya angka 17-23. Perbaikan permohonan juga pada kedudukan hukum Pemohon yang terkait kerugian konstitusional Pemohon,” kata Victor kepada Ketua Panel Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra.
Baca Juga:
Hakim PTUN Uji UU Pengadilan Pajak ke MK
Sebagaimana diketahui, Teguh Satya Bhakti selaku Pemohon adalah warga negara Indonesia yang berprofesi sebagai Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan saat ini menjabat sebagai Hakim Yustisial pada Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung. Pemohon melakukan uji materiil frasa “Departemen Keuangan” dalam Pasal 5 ayat (2), frasa “Menteri setelah mendapat persetujuan” dalam Pasal 8 ayat (1), frasa “Presiden dari para Hakim yang diusulkan Menteri setelah mendapat persetujuan” dalam Pasal 8 ayat (2), frasa “Keputusan Menteri” dalam Pasal 9 ayat (5), frasa “Menteri setelah mendapat persetujuan” dalam Pasal 13 ayat (1), frasa “Menteri setelah mendapat persetujuan” dalam Pasal 13 ayat (2), frasa “Menteri setelah mendapat persetujuan” dalam Pasal 14, frasa “dengan Keputusan Presiden atas usul” dalam Pasal 16 ayat (1), frasa “Menteri dengan persetujuan” dalam Pasal 17 ayat (1), frasa “Keputusan Menteri” dalam Pasal 22 ayat (2), frasa “Departemen Keuangan” dalam Pasal 25 ayat (1), frasa “dengan Keputusan Menteri” dalam Pasal 27, frasa “dengan Keputusan Menteri” dalam Pasal 28 ayat (2), frasa “Menteri” dalam Pasal 29 ayat (4) dan frasa “Menteri” dalam Pasal 34 ayat (2).
Berlakunya ketentuan Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, menurut Pemohon, menyebabkan masuknya kekuasaan pemerintah incasu menteri keuangan ke dalam pengadilan pajak yang telah menabrak prinsip-prinsip kekuasan kehakiman yang merdeka. Masuknya kekuasan pemerintah terdapat pada ketentuan-ketentuan norma Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (5), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14, Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), Pasal 22 ayat (2), Pasal 25 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28 ayat (2), Pasal 29 ayat (4), Pasal 34 ayat (2) UU Pengadilan Pajak.
Menurut Pemohon, dengan diberikannya sebagian besar urusan pembinaan, seperti pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan kepada kementerian keuangan, mengakibatkan tidak terbangunnya sistem pembinaan dan koordinasi yang selaras dalam penanganan penyelesaian sengketa pajak. Hal demikian menyebabkan menumpuknya beban penyelesaian perkara pajak di Mahkamah Agung dan berdampak merugikan hak konstitusional Pemohon sebagai Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti Kamar Tata Usaha Negara dalam penyelesaian perkara yang telah diputus Majelis Hakim Agung.
Pemohon berdalil, apabila permohonan a quo dikabulkan, maka pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi pengadilan pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, akan memulihkan hak konstitusional Pemohon sebagai seorang hakim untuk dapat menjalankan tugas secara independen dan turut menjaga kemerdekaan dan kemandirian peradilan.
Penulis: Nano Tresna Arfana
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF