Komisi Yudisial mendukung keputusan Pemerintah menaikkan tunjangan hakim. Agar pertimbangan hakim semakin berkualitas.
Dalam menangani perkara, hakim harus terus belajar dan memperkaya dirinya dengan perkembangan hukum terbaru. Untuk itu, hakim perlu membeli literatur-literatur hukum, termasuk buku-buku teks asing yang harganya relatif mahal. Kenaikan tunjangan hakim diharapkan bisa memenuhi kebutuhan hakim atas literatur hukum.
Pandangan itu disampaikan Ketua Komisi Yudisial (KY) Busyro Muqoddas menanggapi terbitnya Perpres No. 19 Tahun 2008. Perpres yang menjadi dasar kenaikan tunjangan hakim ini dinilai bisa mendorong hakim memperkaya literatur dan bacaan hukumnya. Pandangan Busyro seolah menepis kritikan sejumlah kalangan terhadap Perpres dimaksud.
Pandangan yang disampaikan Busyro sebenarnya konsisten dengan dukungan yang diberikan KY terhadap kebijakan menaikkan tingkat kesejahteraan hakim. Pertengahan tahun lalu, KY secara resmi mengajukan usulan menaikkan tunjangan hakim saat beraudensi dengan Presiden. KY percaya tingkat gaji dan kesejahteraan hakim bisa menjadi pemicu terjadinya praktek mafia peradilan.
Bukan hanya itu. Kemampuan finansial juga mempengaruhi kualitas putusan. Jika hakim dapat menyisihkan pundi-pundinya untuk membeli banyak literatur, termasuk literatur asing yang relatif mahal, Busyro berharap kualitas hakim kian meningkat. Buku-buku teks dan literatur hukum lainnya, kata Busyro, merupakan alat bagi hakim untuk mengikuti perkembangan teori dan filsafat hukum yang begitu cepat. âBagaimana hakim bisa profesional kalau dia tak mampu beli buku yang mahal itu,â ujarnya usai laporan tahunan MA 2007, Kamis (10/4).
Pengetahuan dan pemahaman atas perkembangan baru di dunia hukum terutama dibutuhkan para hakim agung yang bertindak sebagai judex juris. Hakim agung tak hanya harus mengusai peraturan perundang-undangan saja, tapi juga menguasai hukum dalam arti luas, yakni "the living law". Menurut Busyro, literatur hukum, khususnya teks asing, sangat penting lantaran bisa mempengaruhi wacana akademik para hakim agung agar putusan mereka lebih profesional.
Selama ini, ungkap Busyro kualitas putusan MA memang bisa dikatakan cukup baik. Terutama bila melihat pertimbangan-pertimbangan hukum yang digunakan. âBanyak yang mengutip doktrin hukum asing,â ungkapnya. Karenanya, untuk mempertahankan kondisi ini, perlu ada alokasi lebih dari gaji hakim untuk komponen membeli buku.
Dalam praktek, seringkali dibandingkan pertimbangan-pertimbangan hukum antara hakim agung dan hakim konstitusi. Bahkan, hakim konstitusi dinilai lebih berbobot dibanding hakim agung. Tapi pendapat ini tak sepenuhnya benar. âPertimbangan hakim agung banyak juga yang berbobot, tapi sayang putusannya tak seterbuka MK,â ujar Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Hasril Hertanto.
Hasril juga mengaku setuju dengan usulan pengembangan kapasitas hakim ini. Tapi ia mencatat ada dua sumber yang bisa digunakan dan masing-masing punya nilai positif. âBisa dari tunjangan tambahan hakim atau anggaran negara ke Mahkamah Agung,â ujarnya.
Kalau dibebankan pada tunjangan pribadi, lanjut Hasril, setidaknya hakim yang bersangkutan punya rasa memiliki terhadap bahan-bahan literatur itu. Literatur itu bisa dibawa kemana-mana. Konsekuensinya, akan terjadi pembelian buku yang sama berulang setiap tahun, sehingga terkesan mubazir. Sebaliknya, jika dianggarkan berdasarkan APBN, buku tersebut bisa diwariskan kepada sesama hakim agung. Konsekuensinya, MA harus mengembangkan fasilitas perpustakaan dan pusat dokumentasi. âTermasuk kesempatan bagi hakim mendapat pendidikan lanjutan di dalam maupun luar negeri,â tambahnya.
Ditunda
Meskipun Perpres kenaikan tunjangan hakim sudah keluar, para hakim tampaknya masih harus bersabar. Realisasi pembayaran tunjangan itu masih ditunda. Menurut hakim agung Harifin Tumpa, penundaan itu dilakukan sambil menunggu kebijakan serupa diterapkan kepada para pegawai atau petugas pengadilan seperti panitera dan juru sita. âKami menjaga perasaan pegawai, kok hakim didahulukan sedangkan pegawai tidak,â ujarnya.
Kenaikan tunjangan khusus kepada pegawai negeri di lingkungan peradilan akan ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan kepala Badan Kepegawain Negara (BKN).
Sampai saat ini, Harifin mengaku kenaikan tunjangan pegawai itu sedang dirumuskan oleh tim internal MA. Mekanisme kenaikan tunjangan hakim tentu saja berbeda dengan pegawai. âKalau hakim ditentukan presiden, sedangkan mulai panitera ke bawah diatur sendiri oleh MA,â pungkasnya.
(Ali/Rzk)
Sumber www.hukumonline.com (12/04/08)
Foto Dok. Humas MK