JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang perbaikan permohonan pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (24/8/2020) siang. Pemohon menyampaikan perbaikan permohonan melalui fasilitas video conference di Universitas Sumatera Utara (USU).
Secara singkat, Pemohon menerangkan perbaikan permohonan. Terdapat empat hal dari objek perkara yang diperbaiki Pemohon, yaitu terkait Peraturan Mahkamah Agung, Pasal 1 angka 14 KUHAP, 184 KUHAP dan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012. Selain itu Pemohon menambahkan petitum dalam perbaikan permohonan karena pada permohonan sebelumnya tidak dicantumkan petitum.
Terhadap perbaikan permohonan Pemohon, Panel Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto akan membawa hasil perbaikan permohonan ke dalam Rapat Permusyawatan Hakim (RPH) MK. “Kami akan melaporkan permohonan Bapak dalam Rapat Permusyawaratan Hakim. Bapak tinggal menunggu pemberitahuan dari Kepaniteraan MK bagaimana kelanjutan perkara yang Bapak ajukan,” kata Aswanto.
Sebagaimana Channy Oberlin Aritonang selaku Pemohon Perkara 56/PUU-XVIII/2020 ini menguji sejumlah pasal dalam KUHAP yakni Pasal 1 angka 14, “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaanya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Selain itu Pasal 184 ayat (1), “Alat bukti yang sah ialah: a. Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa” dan Pasal 184 ayat (2), “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan”.
Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan. Pemohon merasa sebagai korban penipuan makelar penerimaan pegawai dan sudah melakukan transfer sejumlah uang kepada makelar penerimaan pegawai tersebut, namun pekerjaan untuk anak Pemohon tidak didapatkan sehingga Pemohon melaporkan peristiwa ini ke Polrestabes Medan. Namun pihak penyidik Polrestabes Medan justru mengeluarkan surat penghentian penyidikan dan atas terbitnya surat tersebut, Pemohon merasa hak konstitusionalnya untuk mendapatkan kedudukan yang sama dihadapan hukum dilanggar, sehingga Pemohon bermaksud mengajukan praperadilan atas peristiwa tersebut.
Pemohon mendalilkan, merasa ditipu oleh oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Bappenas yang menjanjikan anak Pemohon dapat diterima bekerja di PT Aneka Tambang. Setelah Pemohon mengikuti informasi yang diberikan oleh oknum ASN tersebut, anak Pemohon tidak diterima bekerja di PT Aneka Tambang, sedangkan Pemohon telah melakukan transfer sejumlah uang kepada pihak oknum ASN tersebut.
Bahwa atas peristiwa tersebut, Pemohon melaporkan oknum ASN tersebut ke Polrestabes Medan, namun pada pada perjalanannya pihak penyidik di Polrestabes Medan menghentikan proses penyidikan kasus tersebut dengan menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan Nomor SPPP/2032 a/IV/Res.1.11/2020/ Reskrim tanggal 17 April 2020. Terbitnya surat penghentian penyidikan tersebut, menurut Pemohon, adalah hal yang sangat tidak adil sehingga Pemohon bermaksud untuk mengajukan praperadilan atas peristiwa tersebut. (*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Fitri Yuliana