Konsolidasi sistem ketatanegaraan dan ketatapemerintahan untuk menghapus ketergantungan pada tokoh serta kemandirian pengelolaan keuangan lembaga negara dan pemerintahan adalah suatu keniscayaan. Demikian kesimpulan sambutan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, ketika membuka acara Temu Wicara Hukum Acara Mahkamah Konstitusi RI untuk Fungsionaris Partai Amanat Nasional, Jumat (11/4), di Jakarta.
Bukan hanya pada level organisasi masyarakat (ormas) dan organisasi politik (orpol), pada level organisasi negara baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif masih ada ketergantungan pada tokoh atau orang. âKalau orangnya sudah ganti, ya mlempem lagi,â kata Jimly.
Mestinya, lanjut Jimly, harus ada percepatan untuk melakukan konsolidasi dan pembangunan sistem lembaga-lembaga negara supaya tidak tergantung tokoh. Sehingga siapapun yang menjadi pucuk pimpinan masih bisa menjalankan institusi sesuai dengan cetak biru kelahirannya.
Selain itu, dalam rangka konsolidasi kenegaraan, Jimly mengusulkan supaya pembentukan undang-undang (UU) Pemilu dan UU Susduk tidak hanya berlaku untuk lima tahun saja. Menurut Jimly, akan tidak sehat jika setiap periodesasi keanggotaan DPR selalu mengusulkan perubahan atas UU Pemilu untuk kepentingan yang merumuskan UU itu pula. âSemoga UU Pemilu yang baru disahkan kemarin ini bisa mempunyai usia lebih dari 10 tahun,â ujarnya.
Jika DPR mampu memikirkan rumusan UU Pemilu yang berprospek jangka panjang, maka Jimly berharap nantinya akan tercapai upaya konsolidasi supaya masing-masing lembaga negara tak lagi bekerja sendiri-sendiri. Pada kesempatan ini, Ketua MK ingin mengajak semua penyelenggara negara, semua pejabat yang menjadi pengurus lembaga pemerintahan dan negara, harus juga memperhatikan perkembangan terkini yang bisa merugikan citra sebagai bangsa mandiri atau negara yang merdeka.
Terkait persoalan di atas, Jimly mencontohkan dari segi anggaran. Saat ini, menurut UU Keuangan Negara, semua kegiatan penyelenggaraan negara dan pemerintahan, masuk-keluar kegiatannya, harus melalui APBN. âDengan begitu, kita harus menata sistem administrasi keuangan secara nasional,â tegasnya.
Oleh karena itu, lanjut Jimly, harus dipastikan sumber-sumber kegiatan yang akan membiayai kegiatan lembaga-lembaga negara adalah dari sumber APBN bukannya dari sumber di luar itu. Sekarang ini, menurut Jimly, banyak sekali â secara tanpa koordinasi â badan-badan pemerintahan atau negara bekerjasama dengan pihak asing (LSM asing) secara sendiri-sendiri. âIni pada gilirannya bisa membahayakan, karena masing-masing, tanpa koordinasi, tiba-tiba bekerjasama dengan sumber bantuan luar negeri yang jumlah uangnya tidak banyak tapi cukup untuk merusak kewibawaan lembaga-lembaga negara kita yang menjalankan fungsi resmi negara. Dan hal ini juga merusak sistem administrasi keuangan negara,â tambahnya.
Untuk itu, MK, oleh Jimly, dijadikan sebagai pilot project lembaga negara yang bebas dari bantuan asing. Jimly mengaku seringkali didatangi oleh lembaga-lembaga donor asing yang menyampaikan dukungan atas kinerja MK sekaligus menawarkan bantuan. âSaya selalu mengatakan, MK tidak perlu dibantu karena sudah bisa kerja dan sudah cukup dengan APBN. Bila diterima, bisa merusak administrasi keuangan yang sedang ditata. Apalagi, MK telah menjadi satu-satunya lembaga di tingkat pusat yang mendapat prestasi WTP (Wajar Tanpa Pengecualian red.) hasil audit BPK tahun 2006,â paparnya disambut tepuk riuh hadirin. (Wiwik Budi Wasito)