JAKARTA, HUMAS MKRI - Pemerintah telah mengatur regulasi pemberian insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani wabah Covid-19. Regulasi tersebut dituangkan Pemerintah melalui terbitnya PP Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular yang menyatakan bahwa petugas tertentu yang telah melakukan upaya penanggulangan wabah dapat diberikan penghargaan.
Keterangan Pemerintah ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU 4/1984) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (UU 6/2018) pada Selasa (11/8/2020) siang.
“Dengan adanya wabah Covid-19, pemerintah telah memberikan insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 di Indonesia. Pemberian insentif dan santunan kematian tersebut telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19,” urai Achmad kepada Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
Dalam rangka penanggulangan Covid-19, ungkap Achmad, secara regulasi telah diatur dalam beberapa ketentuan peraturan sebagai payung hukum penanggulangan wabah Covid-19, di antaranya UU 4/1984; UU 6/2018, UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Keuangan Menjadi Undang-Undang.
Achmad melanjutkan, untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pencairan insentif dan santunan kematian, Menteri Kesehatan melakukan percepatan pelaksanaan pemberian insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19. Hal ini dilakukan dengan merevisi Keputusan Menteri Kesehatan dan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19.
“Bahwa untuk meningkatkan percepatan, efektivitas, efisiensi pencairan insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19, dilakukan perubahan pemberian insentif dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pemberian Insentif dan Santunan Kematian Bagi Tenaga Kesehatan yang Menangani Covid-19 maupun beberapa Keputusan Menteri Kesehatan lainnya,” ucap Achmad.
Sebelumnya, Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) selaku Pemohon Perkara Nomor 36/PUU-XVIII/2020 ini menguji UU Wabah Penyakit Menular pada Pasal 9 ayat (1), “Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya”. Pemohon juga melakukan pengujian materiil UU Kekarantinaan Kesehatan pada Pasal 6 menyatakan, “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan”.
Pemohon menyampaikan, MHKI bermaksud menghimpun, membina, memajukan hukum kesehatan di Indonesia melalui kajian, penelitian, pelatihan, mediasi, advokasi, dan diskusi dalam bidang hukum kesehatan untuk kepentingan kemanusiaan dan hak-hak asasi manusia. Pengujian perkara a quo sangat erat kaitannya dengan permasalahan penanganan dan regulasi Covid-19, dalam hal regulasi sumber daya alat, sumber daya tenaga manusia, maupun prosedur dan pengaturannya. MHKI yang memiliki tujuan sebagaimana dalam AD/ART MHKI, serta keanggotaan MHKI yang mayoritasnya tenaga kesehatan berjuang melawan Covid-19. Menjadi suatu kenyataan bahwa MHKI memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan a quo.
Pemohon menegaskan, ada kewajiban pemerintah untuk menyediakan APD bagi tenaga kesehatan yang bertugas melawan Covid-19 sebagai perlindungan hukum yang adil dan tanggung jawab negara atas fasilitas kesehatan yang layak. Tingginya angka penularan Covid-19 yang terjadi saat ini, mengharuskan pemenuhan fasilitas kesehatan bagi tenaga kesehatan, terutama APD yang merupakan hal yang pokok harus didapatkan tenaga kesehatan dalam menangani pasien selama masa pandemi Covid-19.
Menurut Pemohon, ketiadaan pemerintah dalam regulasi penyediaan APD ini membuat banyak tenaga kesehatan bekerja tanpa menggunakan APD yang sesuai standar. Selain itu, fasilitas pelayanan kesehatan yang ingin menyediakan APD secara mandiri harus menghadapi harga APD yang meningkat tajam dan menjadi langka di pasaran. Hal ini berujung pada banyak tenaga kesehatan yang tertular Covid-19 dalam dua bulan terakhir, dan faktor utama yang menyebabkan tertularnya tenaga medis adalah APD yang tersedia masih sangat kurang dan tidak sesuai standar.
Akibatnya, ungkap Pemohon, banyak tenaga medis menjadi tertular dan bahkan meninggal dunia. Jumlah dan persentase tenaga kesehatan tersebut berada pada kisaran yang memprihatinkan atau cenderung mengerikan. Pasal 6 UU Kekarantinaan Kesehatan menyebutkan bahwa pemerintah, baik pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab terhadap kesediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Mengingat APD merupakan hal pokok yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan terkait Covid-19, maka ketersediaan APD beserta sumber daya kesehatan lainnya yang dibutuhkan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun menurut Pemohon, penjelasan mengenai apa yang disebut sebagai sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan tidak ada dalam pasal a quo.(*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari
Humas : Tiara Agustina
Fotografer : Gani