JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA), pada Kamis, (9/7) di ruang sidang MK. Agenda sidang perkara Nomor 40/PUU-XVIII/2020 hari ini adalah pemeriksaan perbaikan permohonan ini.
Salah seorang Pemohon, Eliadi Hulu dalam persidangan menyampaikan poin penyempurnaan permohonan. Di antaranya Eliadi menyembutkan adanya penambahan Pemohon sebanyak empat orang yakni Pemohon atas nama Andri Marbun, Mario Daniel Pardamean Hutabarat, Kevin Jonathan Lazarus dan Batara Budiono Siburian. Oleh karena terdapat penambahan Pemohon, maka para pemohon merubah kedudukan hukum.
Selain itu, Para Pemohon juga memperbaiki kerugian konstitusional secara aktual dengan menguraikan kerugiannya pada poin 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Sedangkan kerugian potensial, para pemohon menguraikannya pada poin 3, 4, 5 dan poin 6.
Kemudian, para Pemohon juga menambahkan batu uji permohonan yaitu Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Lebih lanjut, Eliadi mengatakan, pada kewenangan Mahkamah para pemohon menambahkan dasar hukum.
Baca Juga…
Mahasiswa Persoalkan Pengundangan Kembali Norma yang Dibatalkan MA
Sebelumnya, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia dan Mahasiswa Universitas Brawijaya yakni Deddy Rizaldy Arwin Gutomo (Pemohon I) dan Maulana Farras Ilmanhuda (Pemohon II), serta Eliadi Hulu peserta Kartu Indonesia Sehat (Pemohon III), mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA).
Dalam permohonan perkara yang teregistrasi Nomor 40/PUU-XVIII/2020 para Pemohon mendalilkan Pasal 31 ayat (4) UU MA bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Selengkapnya Pasal 31 ayat (4) UU MA menyatakan, “Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.”
Dalam persidangan, Maulana Farras menyatakan keberlakuan Pasal 31 ayat (4) UU MA menyebabkan para Pemohon mengalami kerugian konstitusional aktual karena para Pemohon tidak mendapat manfaat dan kepastian hukum atas diundangkannya kembali suatu muatan pasal yang mengatur hal yang sama walaupun telah dibatalkan oleh MA. Kemudian apabila para Pemohon mengajukan judicial review di Mahkamah Agung dan permohonan dikabulkan maka ada kemungkinan muatan pasal atau ayat yang telah dibatalkan tersebut berpeluang untuk diundangkan kembali dalam tempo waktu yang sangat singkat.
Menurut para Pemohon, pengundangan kembali norma yang telah dibatalkan oleh MA berimplikasi pada penurunan muruah MA. Selain itu, menciptakan pemahaman di masyarakat bahwa Putusan Mahkamah Agung tidak mempunyai kekuatan hukum final.
Oleh karena itu, para pemohon meminta kepada MK untuk Menyatakan Pasal 31 ayat (4) UU MA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian peraturan perundang-undangan yang dianggap bertentangan tersebut bersifat final dan tidak boleh diundangkan kembali. (Utami/tir/NRA).