JAKARTA - Kejaksaan Agung menyayangkan langkah Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) membawa sejumlah kasus pelanggaran HAM di Indonesia ke tingkat internasional. Menurut mereka, kasus itu sebenarnya tak perlu diungkap ke kalangan internasional karena bisa diselesaikan di dalam negeri. "Harapan saya, kalau masalah kita bisa diselesaikan di dalam negeri mengapa harus dibawa ke luar negeri?" kritik Wakil Jaksa Agung, Muchtar Arifin, Kamis (10/4) siang.
Langkah Komnas HAM membawa sejumlah kasus untuk dipaparkan di luar negeri terjadi, setelah pekan lalu Kejakgung mengembalikan sejumlah berkas pelanggaran HAM yang diajukan Komnas HAM. Berkas kasus tersebut adalah kasus Wasior-Wamena, kasus Trisakti, Semanggi I, Semanggi II (TSS), kasus kerusuhan Mei 1998, dan kasus penghilangan orang secara paksa.
Kejakgung beralasan, pengembalian berkas lantaran masih ada hal-hal yang perlu dilengkapi Komnas HAM. Kejakgung juga bersikeras, penyidikan kasus-kasus tersebut baru bisa dilaksanakan jika pengadilan HAM ad hoc telah dibentuk. Sementara itu, Komnas HAM meminta kasus itu bisa ditindaklanjuti sembari membentuk pengadilan HAM ad hoc.
Sementara itu, terkait kasus TSS, berkas penyelidikan dikembalikan. Karena, para pelaku telah diadili dan diputus oleh peradilan militer. Putusan dalam peradilan militer dinilai telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan para pelaku telah menjalani hukuman.
Namun, hal ini ditampik oleh ratusan mahasiswa Universitas Trisakti yang kemarin kembali mendemo Kejakgung. Menurut mereka, Kejakgung justru belum menindaklanjuti kasus TSS. Pengembalian kasus TSS ke Komnas HAM juga dipandang sebagai langkah politis untuk memetieskan kasus tersebut.
Koordinator Kontras, Usman Hamid, mengatakan, suatu pemahaman yang salah bila menolak panggilan Komnas HAM dengan alasan Pasal 28 UUD 1945 tentang hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (asas Non-Retroaktif). "Bahwa pada dasarnya, UU Pengadilan HAM adalah mengutamakan prinsip Non-Retroaktif, hanya dalam keadaan tertentu dapat diberlakukan pengesampingan, dengan membentuk pengadilan HAM ad hoc," katanya. (evy/ant )
Sumber www.republika-online.com
Foto www.google.co.id