Mahasiswa Persoalkan Pengundangan Kembali Norma yang Dibatalkan MA
Selasa, 23 Juni 2020
| 08:30 WIB
Pemohon Maulana Farras Ilmanhuda membacakan pokok permohonannya dalam sidang perdana pengujian Undang - Undang tentang Mahkamah Agung, pada Senin (22/6) di Ruang Sidang Mk. Foto Humas/Ifa.
JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia dan Mahasiswa Universitas Brawijaya yakni Deddy Rizaldy Arwin Gutomo (Pemohon I) dan Maulana Farras Ilmanhuda (Pemohon II), serta Eliadi Hulu peserta Kartu Indonesia Sehat (Pemohon III), mengajukan pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA). Sidang uji materi UU MA ini digelar pada Senin (22/6/2020) di ruang Sidang Pleno MK, dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstiusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
Dalam permohonan perkara yang teregistrasi Nomor 40/PUU-XVIII/2020 para Pemohon mendalilkan Pasal 31 ayat (4) UU MA bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Selengkapnya Pasal 31 ayat (4) UU MA menyatakan, “Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.”
Dalam persidangan, Maulana Farras menyatakan keberlakuan Pasal 31 ayat (4) UU MA menyebabkan para Pemohon mengalami kerugian konstitusional aktual karena para Pemohon tidak mendapat manfaat dan kepastian hukum atas diundangkannya kembali suatu muatan pasal yang mengatur hal yang sama walaupun telah dibatalkan oleh MA. Kemudian apabila para Pemohon mengajukan judicial review di Mahkamah Agung dan permohonan dikabulkan maka ada kemungkinan muatan pasal atau ayat yang telah dibatalkan tersebut berpeluang untuk diundangkan kembali dalam tempo waktu yang sangat singkat.
Farras mengungkapkan pada 5 Mei 2020 Presiden menetapkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan (Perpres 64/2020), yang menganulir Putusan Mahkamah Agung Nomor 24/P/PTS/III/2020/2020/7P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Ia menyebut, Perpres tersebut ditetapkan hanya berjarak 2 (dua) bulan sejak pembacaan Putusan MA.
“Pengundangan kembali norma yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dalam tempo yang singkat berimplikasi pada penurunan marwah Mahkamah Agung,” tegasnya.
Menurut para Pemohon, pengundangan kembali norma yang telah dibatalkan oleh MA berimplikasi pada penurunan muruah MA. Selain itu, menciptakan pemahaman di masyarakat bahwa Putusan Mahkamah Agung tidak mempunyai kekuatan hukum final.
Oleh karena itu, para pemohon meminta kepada MK untuk Menyatakan Pasal 31 ayat (4) UU MA bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian peraturan perundang-undangan yang dianggap bertentangan tersebut bersifat final dan tidak boleh diundangkan kembali.
Menanggapi permohonan para pemohon, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menasihati kepada para pemohon untuk melengkapi kewenangan MK serta kedudukan hukum para Pemohon. Arief juga meminta para Pemohon untuk menjelaskan konstruksi argumentasi agar permohonan tersebut dapat menyakinkan para Hakim Konstitusi untuk melanjutkan permohonan tersebut ke persidangan selanjutnya. Sementara Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyarankan para pemohon untuk memperbaiki struktur penulisan Undang-Undang di dalam permohonan. (Utami/Tiara/NRA).