JAKARTA, HUMAS MKRI - Perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (11/6/2020) dengan menerapkan protokol kesehatan terkait Covid-19. Panel Hakim dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
Dalam persidangan hadir kuasa hukum Pemohon, Muhammad Junaidi dan Khikmah. Perbaikan yang dilakukan terkait identitas Pemohon dan sistematika permohonan. “Yang pertama adalah berkaitan dengan identitas Pemohon di halaman 1. Kami menambahkan dengan mempertegas identitas Pemohon. Kemudian pada bagian yang kedua adalah pada sistematika. Kami melakukan perubahan dengan menempatkan Kewenangan Mahkamah terlebih dahulu, kemudian kedudukan hukum. Kemudian pada halaman 3 berkaitan dengan Kewenangan Mahkamah, kami menambahkan poin ke 4, kami anggap dibacakan, Yang Mulia,” jelas Junaidi.
Selanjutnya, ada perbaikan permohonan berkaitan dengan alasan permohonan. “Inkonstitusionalitas frasa dalam Pasal 5 huruf d dalam peraturan a quo tidak memberikan jaminan keadilan dan kemanfaatan baik bagi P3MI pada tenaga migran Indonesia, pada halaman 9 sampai halaman 13. Kemdian frasa pada Pasal 54 ayat (1) huruf b dalam peraturan a quo tidak memberikan rasa keadilan kepada Pemohon, pada halaman 13 sampai halaman 22, Yang Mulia. Dalam Alasan Permohonan, Pemohon menekankan beberapa hal sebagai masukan Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, diantaranya pada poin rasionalitas terjadinya inkonstitusionalitas pada Pasal 5 huruf d dan Pasal 54 ayat (1) huruf d dalam peraturan a quo dengan menambahkan alat bukti yang sebelumnya 19 alat bukti menjadi 25 alat bukti,” rinci Junaidi.
Sebagaimana diketahui, para Pemohon Perkara 20/PUU-XVIII/2020 ini adalah Sunaryo dan Zarkasi yang menguji Pasal 5 huruf d dan Pasal 54 ayat (1) huruf b UU No. 18 Tahun 2017. Pasal 5 huruf d UU No. 18/2017 menyebutkan, “Setiap Pekerja Migran Indonesia yang akan bekerja ke luar negeri harus memenuhi persyaratan: … d. terdaftar dan memiliki nomor kepersertaan Jaminan Sosial …” Sedangkan Pasal 54 ayat (1) huruf b UU No. 18/2017 berbunyi, “(1) Untuk dapat memperoleh SIP3MI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus memenuhi persyaratan: …... b. menyetor uang kepada bank pemerintah dalam bentuk deposito paling sedikit Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) yang sewaktu-waktu dapat dicarikan sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban dalam pelindungan Pekerja Migran Indonesia.”
Menurut para Pemohon, ketentuan Pasal 5 huruf d dan Pasal 54 ayat (1) UU No. 18/2017 merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon. Bahwa usaha Pemohon atas nama H. Sunaryo telah dicabut melalui surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 107 Tahun 2020 tentang Pencabutan Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia PT Sentosa Karya Mandiri.
Ketentuan pasal-pasal a quo mewajibkan Pemohon membekali pekerja migran yang akan bekerja di luar negeri untuk memiliki nomor kepesertaan jaminan sosial dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dianggap oleh Pemohon pelayanannya tidak memuaskan. Selain itu ketentuan a quo juga memberatkan Pemohon untuk menyetor deposito paling sedikit Rp.1.500.000.000 sebagai jaminan perlindungan pekerja migran. Akibatnya, banyak perusahaan yang tidak dapat menjalankan usahanya. Bahkan dicabut secara sepihak oleh pemerintah dengan semena-mena.
Para Pemohon juga mendalilkan, Perusahan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) berpedoman kepada jaminan dan perlindungan pada setiap warga negara Indonesia di luar negeri untuk dapat menghindari terjadinya perdagangan orang (human trafficking) sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Bahwa penataan secara kelembagaan yang tertuang dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menjadi urgensi sangat penting agar jaminan konstitusional dapat dilaksanakan oleh kelembagaan dalam hal ini adalah P3MI.
Menurut para Pemohon, UU No. 18 Tahun 2017 hadir dalam upaya memberdayakan P3MI sebagai penyelenggara pelayanan penempatan pekerja migran Indonesia yang memiliki beban yang ditanggung mulai dari hulu sampai hilir. Tugas dan tanggung jawab P3MI yang diatur dalam Pasal 52 UU No. 18 Tahun 2017 membuat P3MI berperan penting dalam menjamin hadirnya kepastian hukum atas pekerja migran Indonesia. (Nano Tresna Arfana/LA)