KATHMANDU (Suara Karya): Rakyat Nepal, kemarin, berbaris untuk memberi suara dalam pemilihan umum (pemilu) pertama di negara Himalaya itu dalam sembilan tahun. Pemilu itu dilakukan untuk memilih anggota dewan guna menyusun undang-undang dasar baru.
"Kami akhirnya dapat memberikan suara setelah bertahun-tahun. Saya harap negara ini sekarang dapat meniti jalur kemajuan dan perdamaian yang langgeng," kata Rajendra Shrestha.
Pemilihan umum adalah bagian penting dari kesepakatan perdamaian antara pemerintah dan pemberontak Maois yang mengakhiri pemberontakan komunis selama satu dasawarsa setelah tergulingnya pemerintah Raja Gyanendra pada April 2006.
Di Kathmandu, barisan mulai terbentuk pada pagi hari sebelum pembukaan tempat pemungutan suara pukul 07.00 waktu setempat (08.15 WIB). Tempat pemungutan suara direncanakan ditutup 10 jam kemudian.
Perdana Menteri Girija Prasad Koirala adalah salah seorang pertama yang memberikan suaranya di kota tempat kelahirannya, Biratnagar, sekitar 350 kilometer di sebelah tenggara Kathmandu. Sedangkan pemimpin Maois, Prachanda, memberikan suaranya di kabupaten tempat tinggalnya, Chitwan, di Nepal selatan.
Rakyat Nepal dijadwalkan memilih 601 anggota Majelis Konstituante yang akan menyusun undang-undang dasar baru dan mengesahkan keputusan pemerintah sementara guna menghapuskan kerajaan.
Berdasarkan peraturan pemilihan umum, 240 kursi akan dipilih melalui pemilihan langsung, sedangkan sisa kursi akan dipilih berdasarkan perwakilan proporsional.
Hanya lebih dari 17,6 juta orang memenuhi syarat sebagai pemilih di 20.889 pusat pemungutan suara. Sementara itu, 110.000 polisi, termasuk 55.000 orang yang baru direkrut untuk pengamanan pemilihan umum, menjaga keamanan.
Pemberontak Maois di Nepal mungkin telah berhasil dalam perjuangan mereka keluar dari hutan dan pegunungan serta memasuki ibu kota negeri tersebut. Namun, pada Kamis mereka menghadapi apa yang dikatakan banyak pengulas sebagai ujian terbesar mereka.
Negara miskin di Himalaya itu melakukan pemungutan suara untuk masa depan politiknya, dan juga menyampaikan keputusan mengenai apakah pemberontak dapat dipercaya untuk memimpin Nepal memasuki era baru kestabilan setelah satu dasawarsa perang saudara yang telah mereka picu.
Meski kelompok ultra sayap kiri tersebut mencela kekerasan ketika mereka menandatangani kesepakatan perdamaian pada 2006, proses pemungutan suara telah memperlihatkan bahwa mereka menekan pemilih dan mengancam akan kembali ke perang seandainya mereka merasa ditipu segera setelah kertas suara dihitung.
Banyak pengulas mengatakan, itu semua menunjuk kepada suatu organisasi yang berjuang keras untuk menyesuaikan diri dengan proses demokrasi, atau yang terburuk mengeksploitasinya setelah gagal meraih angka kemenangan langsung dalam "perang rakyat", yang menewaskan tak kurang dari 13.000 orang.
Pemberontak tersebut tentu saja telah menelusuri jalan panjang. Pada 1996 mereka melancarkan aksi mereka guna menggulingkan kerajaan dengan hanya beberapa puluh petempur dan senjata rakitan, dan terus memerangi Tentara Kerajaan Nepal.
Sementara itu, pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, mengatakan, Kamis (10/4), bahwa ia mendukung China menjadi tuan rumah Olimpaide 2008.
Ia mengatakan hal tersebut dalam jumpa pers di Narita, dekat Tokyo, tempat ia singgah dalam perjalanan nonpolitik ke Seattle, Amerika Serikat. (Kentos)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto www.google.co.id