JAKARTA (Suara Karya): Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ketidakwajaran atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) dalam pemeriksaan pada semester II/2007. BPK juga menemukan permasalahan pada aset di 19 kementerian/lembaga negara dan 52 pemerintah daerah senilai Rp 37,76 triliun.
"Pada semester II tahun anggaran 2007, BPK melaksanakan pemeriksaan atas 97 LKPD dan BPK memberikan opini tidak wajar atas sembilan LKPD," kata Kepala BPK Anwar Nasution dalam sambutannya ketika menyerahkan hasil pemeriksaan semester II/2007 kepada DPR di di Jakarta, Kamis.
Dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR Agung Laksono, Anwar mengatakan, opini BPK terhadap LKPD meliputi "wajar dengan pengecualian" (WDP) atas 44 LKPD dan tidak memberikan pendapat (disclaimer) atas 44 LKPD. "Dari situ dapat diketahui, masih banyak pemerintah daerah, yaitu sekitar 27,8 persen, belum tertib. Khususnya dalam pengelolaan dan penyajian laporan keuangan," ujarnya.
Selain itu, enam LKPD tahun 2006 belum disampaikan ke BPK, yaitu satu LKPD kabupaten di Provinsi NAD, satu kabupaten di Provinsi Maluku Utara, tiga LKPD kabupaten di Provinsi Papua, dan satu LKPD kabupaten di Provinsi Irian Jaya Barat. Menurut BPK, tidak dipenuhinya batas waktu penyusunan dan penyampaian untuk diperiksa akibat kemampuan pemerintah daerah menyusun LKPD sangat terbatas. Ini antara lain karena sistemnya belum terbentuk, tenaga pembukuan dan akuntan di pemerintah daerah sangat terbatas, dan sistem komputer belum sinkron. "BPK mengharapkan permasalahan ini dapat segera diatasi," ujar Anwar.
Temuan signifikan yang juga terungkap dalam LKPD tahun 2006 adalah 267 temuan berindikasi kerugian negara sebanyak senilai Rp 420,01 miliar. Kemudian 158 temuan kekurangan penerimaan senilai Rp 249,79 miliar, dan temuan yang bersifat administrasi sebanyak 733 temuan sebesar Rp 20,12 triliun. Selain itu, temuan berupa ketidakhematan/pemborosan dalam pelaksanaan anggaran atau inefisiensi sebanyak 193 temuan senilai Rp 459,27 miliar dan temuan berupa penggunaan anggaran tidak sesuai tujuan yang ditetapkan atau tidak dimanfaatkan sebanyak 214 temuan senilai Rp 2,10 triliun.
Tentang aset di kementerian maupun lembaga negara, menurut BPK, itu karena manajemen pemerintah masih lemah. "Pemeriksaan pengelolaan aset pada 19 kementerian dan lembaga negara meliputi nilai aset Rp 109,33 triliun. Ini dengan cakupan pemeriksaan Rp 55,09 triliun dan temuan minimal Rp 19,27 triliun," kata Anwar.
Sedangkan pemeriksaan pada 52 pemda meliputi nilai aset Rp 54,07 triliun dengan cakupan pemeriksaan Rp 46,68 triliun dan temuan minimal Rp 18,49 triliun. Masalah signifikan yang banyak ditemukan BPK, menurut Anwar, berkaitan dengan pencatatan dan bukti hak yang sah atas aset yang dikuasai.
Kekurangtertiban pencatatan aset dapat berdampak pada penyajian nilai aset dalam laporan keuangan menjadi tidak wajar. Juga rawan terhadap penyalagunaan, pengakuan atau klaim hak oleh pihak lain, dan sengketa yang dapat merugikan negara atau daerah.
"BPK merekomendasikan kepada pemerintah pusat dan daerah agar melakukan pencatatan aset barang milik negara dan segera melakukan sertifikasi hak atas tanah yang dikuasai pemerintah," tuturnya. (Indra)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto www.google.co.id