JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris pada Senin (11/5/2020) siang. Sidang digelar di tengah pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) sehingga MK menerapkan protokol kesehatan terkait Covid-19. Agenda sidang adalah perbaikan permohonan yang diajukan Persatuan Jaksa Indonesia (PJI), diwakili oleh Setia Untung Arimuladi selaku Ketua PJI (Pemohon I) serta empat Pemohon lainnya.
“Sebelum memulai persidangan, kami dari panel hakim menyampaikan pengumuman bahwa para pihak dalam persidangan dapat menggunakan fasilitas persidangan online dari kediaman masing-masing dengan memanfaatkan teknologi yang digunakan dan dimiliki Mahkamah Konstitusi. Adapun ketentuan untuk dapat menggunakan fasilitas persidangan online, para pihak mengajukan permohonan kepada Mahkamah untuk menggunakan fasilitas persidangan online dua hari sebelum hari sidang diselenggarakan dengan memberitahukan tempat para pihak serta perangkat yang dimiliki. Jaringan yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi adalah Cloudx atau Zoom,” kata Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams selaku ketua panel saat membuka persidangan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Konstitusi Suhartoyo (masing-masing sebagai anggota panel).
Dalam persidangan hadir tim kuasa hukum para Pemohon Perkara Nomor 16/PUU-XVIII/2020, Hasbullah bersama dua kuasa hukum Pemohon lainnya. “Pertama, kami perbaki permohonan di halaman 16 dengan menambahkan kalimat bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a Anggaran Rumah Tangga Persatuan Jaksa Indonesia yang menyatakan pengurus pusat mewakili PJI di dalam dan ke luar serta bertanggung jawab kepada musyawarah nasional,” ungkap Hasbullah.
Perbaikan permohonan berikutnya, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) huruf c Anggaran Rumah Tangga Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) yang menyatakan ketua umum merupakan pimpinan tertinggi organisasi dan dapat dipilih kembali. Berdasarkan ketentuan tersebut, ketua umum dapat mewakili PJI untuk mengajukan permohonan uji materi ke MK. “Itu penambahan kami terkait kedudukan hukum para Pemohon,” jelas Hasbullah.
Kemudian ada perbaikan permohonan di halaman 22 mengenai perbedaan antara Putusan MK terdahulu dengan permohonan yang diajukan para Pemohon saat ini. Sebelumnya, indikator perbedaan hanya terbagi tiga. “Namun sekarang kami membagi menjadi lima indikaor,” ucap Hasbullah.
Sebelumnya, para Pemohon mengajukan permohonan uji Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris, “Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan,notaris berwenang: a. mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris; dan, b. memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.”
Para Pemohon mendalilkan pasal a quo tidak nebis in idem dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XII/2014 dan Nomor 22/PUU-XVII/2019 karena terdapat perbedaan kedudukan hukum, dasar pengujian, dan argumentasi yuridis. Para Pemohon mendalilkan frasa “dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris” dalam Pasal 66 UU Jabatan Notaris menempatkan Majelis Kehormatan Notaris memiliki kewenangan mutlak dan final untuk menyetujui atau tidak menyetujui pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan perkara. Hal tersebut menyebabkan penyidik, penuntut umum, maupun hakim tidak dapat melakukan upaya hukum lebih lanjut.
Kerugian atas pasal a quo dialami secara aktual oleh Pemohon II sebagai jaksa yang bertugas menangani perkara Tindak Pidana Pemberian Keterangan Palsu ke dalam Akta Autentik diawali dengan pelaporan kepada penyidik dengan nomor LP/508/IV/2018/Bareskrim tanggal 16 April 2018. Atas dasar pelaporan tersebut penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Dik/266/V/RES.2.4/ 2018/Dit.Tipidsus tanggal 15 Mei 2018, dan telah mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor R/91/V/ RES.2.4/2018/ Dit.Tipideksus tanggal 15 Mei 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Kemudian dalam proses pemeriksaan perkara, Penyidik Bareskrim Mabes Polri mengirimkan surat kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Provinsi Jawa Barat Nomor B/1044/V/Res.2.4/2019/ Dit.Tipideksus tanggal 3 Mei 2019 yang pada pokoknya permohonan persetujuan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Notaris atas nama Patricia Tirta Isoliani Ginting.
Terhadap surat persetujuan tersebut di atas, Majelis Kehormatan Notaris memberikan jawaban yang pada pokoknya belum dapat menyetujui permintaan tersebut. Dengan demikian hingga saat ini proses penegakan terhadap perkara tersebut terhambat dan merugikan atau setidaknya berpotensi merugikan kepentingan jaksa serta publik secara umum. (Nano Tresna Arfana/NRA).