PEMBENTUKAN PENGADILAN HAM AD HOC Tergantung Hasil Penyidikan Kejagung
JAKARTA (Suara Karya): Pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sangat tergantung dari hasil penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung. Sebab, pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), DPR tidak lagi dapat menduga adanya pelanggaran HAM berat tanpa memperoleh hasil penyelidikan dan penyidikan terlebih dahulu dari institusi yang berwenang.
Demikian kesimpulan pendapat dari anggota DPR, pengamat politik, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam diskusi bertajuk "Prospek Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu Pasca Dukungan Presiden RI" yang berlangsung di gedung MK, Jakarta, Kamis.
Hadir pada kesempatan tersebut anggota Komisi III DPR Aziz Syamsuddin, Soeripto, pengamat politik dari CSIS Indra J Piliang, dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid.
"Setelah diputuskan MK, DPR tidak dapat dengan serta merta menduga adanya pelanggaran HAM berat tanpa memperoleh hasil penyelidikan dan penyidikan dari Komnas HAM dan Kejaksaan Agung," ujar Aziz.
Ia mengatakan, penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu menjadi prioritas utama bagi semua kalangan. Hal ini, kata Aziz, sebagai bentuk tidak ada pihak-pihak yang mempermainkan hukum dan bersungguh-sungguh untuk menyelesaikan perkara pelanggaran HAM.
Karena itu, Aziz mengimbau semua pihak agar bekerja sama dan saling membantu dalam menyelesaikan kasus tersebut. Terhambatnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM, ujar Aziz, karena belum terbentuknya Pengadilan HAM ad hoc.
"Perdebatan itulah yang kemudian menjadikan terhambatnya proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu. Proses pembentukan Pengadilan HAM ad hoc harus diawali usulan DPR kepada Presiden yang kemudian menetapkannya dengan Keputusan Presiden. Tapi setelah ada keputusan MK, itu tidak berlaku lagi," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Soeripto mengatakan, pasca keputusan MK, Kejaksaan Agung harus serius menuntaskan kasus pelanggaran HAM. Sebab, pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sangat tergantung dari hasil penyidikan Kejaksaan Agung. Karena itu DPR tidak bisa lagi mendasarkan pada dugaan.
Sementara itu, Usman Hamid mengatakan, selama ini sudah terlalu banyak polemik yang dimunculkan ke permukaan tanpa mampu membawa solusi bagi keadilan korban pelanggaran HAM masa lalu. (Sugandi)
Sumber www.suarakarya-online.com
Foto dokumentasi Humas MK