JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) adalah salah satu produk reformasi karena konstitusi tidak lagi cukup merespons perubahan dan keinginan masyarakat. MK merupakan organ konstitusional yang kewenangannya diberikan langsung oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Hal tersebut menjadi sambutan pembuka yang disampaikan Peneliti MK Nallom Kurniawan saat menerima kunjungan 55 orang mahasiswa Ilmu Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pekalongan, di Ruang Delegasi MK, Selasa (10/3/2020).
Di hadapan para mahasiswa yang hadir didampingi beberapa dosen, Nallom mengenalkan lebih jauh tentang behind the scene dari lembaga MK yang merupakan salah satu cabang kekuasaan negara dari unsur yudikatif. Nallom menceritakan bahwa keberadaan 9 hakim konstitusi yang berasal dari 3 cabang kekuasan negara bukanlah menjadi wakil dari lembaga yang memilihnya. Akan tetapi, merupakan representasi dari kekuasaan eksetutif, legislatif, dan yudikatif yang terdapat dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.
“Bahwa ada 3 cabang kekuasaan negara. Para hakim tersebut adalah representasi dan jumlahnya ganjil agar nantinya para hakim tersebut akan bertindak dan melaksanakan kewenangannya secara objektif. Andai ada 3 hakim dari unsur eksekutif hendak memaksakan kehendak, maka hal tersebut akan sulit terjadi karena masih ada yang lain,” jelas Nallom yang juga bertindak sebagai peneliti yang mendampingi Ketua MK Anwar Usman.
Guna menyemangati para mahasiswa semester enam ini, Nallom pun memotivasi agar setiap mahasiswa hukum harus memahami lebih lanjut mengenai keberadaan produk hukum yang dapat saja melanggar konstitusi. Untuk itu, sebagai generasi muda yang mendalami ranah hukum tata negara dapat berperan aktif sebagai warga negara yang melakukan pengujian undang-undang yang disusun oleh pembuat undang-undang. “Apabila produk hukum melanggar konstitusi, maka dapat dilakukan pengujiannya ke MK. Maka penting bagi kalian untuk memahami hukum tata negara. Dan perlu kalian ketahui, seorang warga negara siapapun dia, boleh mengajukan perkara ke MK tanpa melihat profesi, serta tidak dipungut biaya apapun,” ucap Nallom.
Usai memaparkan materi, Nallom pun mempersilakan para mahasiswa mengajukan pertanyaan dan membuka diskusi terkait MK dan kewenangannya. Untuk selanjutnya, para mahasiswa ini pun diperkenankan untuk mengunjungi Pusat Sejarah dan Konstitusi MK untuk mengamati lebih jelas perjalanan sejarah konstitusi bangsa Indonesia dalam bentuk diorama yang didukung oleh pemanfaatan teknologi informasi. (Sri Pujianti/NRA).