BOGOR, HUMAS MKRI - Ketua MK masa jabatan 2013 – 2015 Hamdan Zoelva hadir sebagai pemateri dalam kegiatan Bimbingan Teknis Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Ikatan Arsitek Indonesia pada Selasa, (3/3/2020) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor, Jawa Barat. Melalui paparan berjudul “Konstitusi dan Konstitusionalisme” dihadapan 71 orang peserta ia pun menjabarkan secara runut makna dari sebuah konstitusi bagi suatu negara termasuk Indonesia.
Dalam pandangan Hamdan, pembentuk hukum dapat saja salah dan produk hukum yang dihasilkannya dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi sehingga setiap aturan hukum yang telah dibuat tersebut dapat diawasi apabila memang tidak sejalan dengan konstitusi. “Karena konstitusi merupakan kristalisasi dari kehendak rakyat yang diejawantahkan dalam bentuk teks,” jelas Hamdan dalam pemaparan yang didampingi Pelaksana tugas (Plt.) Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Imam Margono yang bertindak sebagai moderator diskusi.
Bahwa dalam konstitusi tersebut, sambung Hamdan, terdapat pula bagian-bagian yang meliputi struktur pemerintahan, aturan hubungan negara dengan warga negaranya, dan hak dasar warga negara. Semua hal tersebut penting diatur dalam konstitusi karena konstitusi adalah hukum yang tertinggi yang di dalamnya tercakup hak-hak dasar atau asasi manusia.
Terkait dengan bentuk konstitsi, Hamdan menyebutkan bahwa di dunia ketatanegaraan terdapat dua jenis konstitusi, yakni konstitusi terlulis dan tidak tertulis dan Indonesia adalah negara yang menggunakan konstitusi tertulis. Dalam keberadaannya, konstitusi di setiap negara memiliki konteks domestic yang memengaruhinya, termasuk di Indonesia.
“Pada negara ini ada norma domestik berupa Pancasila yang menjadi kerangka berpikir dari konstitusi di Indonesia.Oleh karena itu, peraturan perundang-undnagan yang dibuat haruslah harmonis dengan konstitusi,” jelas Hamdan.
Pahami Konstitusi
Di hadapan para arsitek yang datang dari Aceh hingga Papua ini, Hamdan pun membagi ilmu terkait dengan cara memahami konstitusi yang memuat sebuah aturan hukum yang bersifat abstrak. Ada lima cara yang dapat dilakukan, yakni memahami langsung dari teks konstitusi, membaca dan memahami risalah perumusan konstitusi, mempelajari teori politik yang dianut suatu negara terkat konstitusi, memahami falsafah negara tempat konsitutsi tersebut berada, dan melalui perjanjian internasional yang dilakukan suatu negara.
“Cara ini pun harus diimbangi dengan memahami konsekuensi logis dari teori check and balances sehingga ketika UU yang dibuat bertentangan dengan konstitusi, dalam hal ini Indonesia yakni UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka MK boleh atau dapat saja menbatalkan, dan menggantinya. Dan dalam hal ini maka MK berperan sebagai legislator,” ujar Hamdan.
Selanjutnya Hamdan mengajak para arsitek untuk berkenalan lebih jauh dengan konstitusi Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, jelas Hamdan, Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan atau peralihan undang-undang dasar, mulai dari UUD 18 Agustus 1945, UU RIS yang melahirkan konsep negara Indonesia Serikat, UUD Sementara 1950, dan kembali lagi pada UUD 1945 yang pada masa ini juga telah mengalami empat kali amendemen. “Maka perubahan konstitusi tidak selalu langgeng karena ia dapat diubah dan diganti jika rakyat menghendaki” ucap Hamdan.
Kegiatan bimbingan teknis pemahaman hak konstitusional bagi Ikatan Arsitek Indonesia ini diselenggarakan dalam waktu empat hari sejak Senin - Kamis, (2 - 5/3/2020). Kepada seluruh peserta akan diberikan berbagai materi terkait sistem hukum tata negara, sistem penyelenggaraan negara menurut UUD 1945, dan praktik pengajuan permohonan pengujian undang-undang oleh hakim konstitusi, para pakar hukum tata negara, serta para Peneliti dan Panitera Pengganti MK. (Sri Pujianti/LA)