BOGOR, HUMAS MKRI - Sesungguhnya setiap warga negara tidak bisa lepas dari hukum dan aturan perundang-undangan. Sebagai contoh, ketika peristiwa kelahiran dan bahkan kematian, maka ada kewajiban pencatatan akta kelahiran/kematian. Termasuk juga dalam menjalankan profesi seperti halnya para arsitek pun terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur segala hal terkait jabatan dari profesi seorang arsitek. “Jadi, profesi apapun pasti terkait dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Ketua MK Anwar Usman di hadapan 71 peserta Bimbingan Teknis Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Ikatan Arsitek Indonesia pada Senin, (2/3/2020) malam di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor, Jawa Barat.
Kepada para peserta, Anwar menekankan bahwa sebagai arsitek pada pokoknya tidak ada hal-hal terkait profesinya yang tidak diatur. Sehingga pada intinya, hukum adalah sesuatu yang bersifat fitrah. Bahwa di mana ada masyarakat, maka di sana ada hukum. Tujuan dari hukum tersebut tidak lain untuk menjaga ketertiban umum. Jika tidak ada hukum, maka tidak ada ketertiban karena semua orang akan mendahulukan kepentingan dirinya. Akhirnya semua akan mengarah pada tindakan main hukum sendiri.
Namun demikian, sambung Anwar, hukum juga produk yang dekat dengan unsur politik, termasuk saat perumusannya dapat saja sarat dengan politik pragmatis, yang bisa saja merugikan hak konstitusional warga negara. “Hukum demikian tidak sejalan dengan tujuan bernegara yakni untuk menyejahterakan warga dan negaranya,” ujar Anwar yang hadir dalam pembukaan kegiatan didampingi Sekretaris Jenderal MK. M. Guntur Hamzah dan Pelaksana tugas (Plt.) Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Imam Margono.
Atas dasar hal tersebutlah MK hadir sehingga setiap warga negara memiliki hak konstitusional dengan diperkenankan mengajukan pengujian undang-undang yang merugikan hak-hak tersebut. Dengan demikian, tugas MK yang menjamin agar konstitusi benar-bemar dilaksanakan perannya sebagai lembaga pengawal konstitusi.
“Oleh karena itu, MK berharap setiap warga negara makin memahami dan melaksanakan secara konseptual konstitusi. Dan kepada para peserta diklat ini dapat menjadi tunas-tunas konstitusi yang dapat menyebarkan nilai-nilai konstitusi dalam hidup berbangsa dan bernegara,” harap Anwar.
Profesi Berkonsekuensi Hukum
Sementara itu, Ketua Ikatan Arsitek Indonesia Ahmad Djuhara dalam sambutannya mengatakan bahwa melalui aturan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 yang pada intinya membahas profesi arsitek. Seiring berkembangnya hukum dan pemerintahan, arsitek masuk dalam daftar bidang yang juga ada pada omnimbus law terutama pada pasal-pasal yang terkait dengan perekonomian, lisensi, bahkan prosedur IMB.
“Pemerintah mempermudah investasi, memotong birokrasi, korupsi, tapi investasi itu juga memerlukan kepastian hukum, salah satunya profesi arsitek. Profesi yang sudah diregulasi, maka kita memiliki kekuatan dan berkonsekuensi hukum. Maka, bangunan-bangunan yang menjadi bagian dari investasi juga berkepastian hukum,” jelas Ahmad.
Atas posisi penting ini, besar harapan Ahmad melalui kegiatan bimtek ini agar MK dapat membekali para arsitek dalam kewajibannya untuk menjaga tanah indonesia. Menurut Ahmad bahwa arsitek layaknya tentara yang harus menjaga kedaulatan Indonesia dalam karya arsitekturnya. Sebagaimana sebuah prinsip dan aturan bahwa tidak boleh ada arsitek asing yamg membuat sebuah karya, tanpa melibatkan arsitektur Indonesia.
Wajib Membuka Pemahaman
Adapun Guntur dalam laporan kegiatan menyebutkan bahwa sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, dalam keberadannya maka MK memiliki tanggung jawab membuka pemahaman masyarakat terkait Pancasila. Melaui Pusdik inilah MK pun memfasilitasi elemen masyarakat termasuk di dalamnya arsitek-arsitek Indonesia guna meningkatkan akses masyarakat terhadap peradilan termasuk pemahaman tentang hukum acara di MK. “Arsitek adalah bagian dari warga negara yang menjadi kunci perencanaan pembangunan yang memadukan seni dan teknologi. Arsitek dituntut untuk terus berinovasi, dan sebagai bagian dari warga negara diharapkan arsitek profesional dapat mengatasi permasalah hukum terkait bidangnya,” terang Guntur.
Perlu diketahui, kegiatan pemahaman hak konstitusional bagi Ikatan Arsitek Indonesia ini diagendakan selama 4 hari ke depan yakni dari Senin - Kamis, (2 - 5/3/2020). Seluruh peserta akan mendapatkan materi dari hakim konstitusi, para pakar hukum tata negara andal, serta para Peneliti dan Panitera Pengganti MK terkait berbagai hal mengenai sistem hukum tata negara, sistem penyelenggaraan negara menurut UUD 1945, dan praktik pengajuan permohonan pengujian undang-undang. (Sri Pujianti/LA)