JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) terhadap UUD 1945. Sidang perkara Nomor 13/PUU-XVIII/2020 dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan ini digelar pada Senin (2/3/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara ini dimohonkan oleh Hendra Otekan Indersyah yang berprofesi sebagai wiraswasta.
Baca Juga
Terhalang Jadi Wagub DKI Jakarta, Wiraswasta Uji UU Pilkada
Pada Sidang Pendahuluan, pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 176 ayat (2) UU Pilkada yang menyatakan, “Partai Politik atau gabungan Partai Politik pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui Gubernur, Bupati, atau Walikota, untuk dipilih dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.
Dalam sidang pemeriksaan perbaikan ini, Hendra mengatakan telah memperbaiki permohonannya sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan. Hendra memperbaiki legal standing-nya secara keseluruhan. Selanjutnya, pada alasan permohonan, Hendra memperjelas batu uji, yaitu Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, khususnya frasa “dipilih secara demokratis”.
Hendra juga menjelaskan ketidaksesuaian norma Pasal 176 Ayat (2) UU Pilkada dengan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 khususnya frasa “dipilih secara demokratis”. Dalam permohonan yang diperbaiki, Hendra menjelaskan, “Frasa ‘Partai Politik atau gabungan Partai Politk pengusung mengusulkan 2 (dua) orang calon Wakil Gubernur … kepada … adalah tidak demokratis adanya, karena bukanlah bentuk ‘kerakyatan’ atau bentuk ‘demokratis institusional terbuka kerakyatan’ yang sudah digariksna UUD 1945, melainkan ‘tertutup elitis keparpolan’ adanya.” Sementara pada bagian petitum, Hendra tidak melakukan perubahan.
Hendra yang hadir tanpa kuasa hukum menyebut dirinya mempunyai hak konstitusional untuk menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta Sisa Masa Bakti (SMB) 2017-2022. Hendra merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Pasal 176 ayat (2) UU Pilkada. Menurut Hendra, ia tidak memperoleh peluang secukupnya untuk turut dicalonkan/mencalonkan diri, yakni mulai penjaringan bakal calon kemudian menjalani fit and proper test, dan seterusnya, dalam Pemilihan Wakil Gubernur (Pilwagub) DKI Jakarta SMB 2017-2022. “Saya tidak memperoleh peluang untuk mencalonkan diri dalam Pemilihan Wakil Gubernur DKI Jakarta masa bakti 2017-2022,” ujarnya di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra tersebut.
Selain itu, Pemohon mendalilkan bahwa seharusnya Pemohon bisa turut memimpin manajemen pemerintahan daerah atau arah kemajuan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta dalam upaya penanggulangan persoalan-persoalan teknik sipil terutama tata air. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 176 ayat (2) UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945. (Utami Argawati/RA/NRA).