TEMPO Interaktif, Jakarta: Dewan Pers meminta pemerintah, dalam hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika, menjamin kepolisian dan kejaksaan tak menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik untuk memenjarakan pers karena pemberitaan di media online.
"Ada saja hal yang bisa dipergunakan oleh aparat untuk menjerat pers," kata Ketua Dewan Pers, Ichlasul Amal, kepada Tempo di Jakarta kemarin. Bekas Rektor Universitas Gadjah Mada ini mencontohkan pasal 27 undang-undang yang segera akan berlaku itu.
Pasal itu berisi penyebarluasan informasi di media online yang menyinggu soal fitnah. Menurut dia, tak ada bedanya fitnah dengan pencemaran nama baik. Padahal, berita surat kabar pun sekarang juga disiarkan secara online. Dewan Pers pun meminta pasal 27 dihilangkan. Persoalan ini sudah dibahas bersama para pemimpin redaksi berbagai media dan organisasi kewartawanan.
Ichlasul menangkis penilaian anggota Dewan Perwakilan Rakyat Suparlan bahwa penolakan Dewan Pers berlebihan. "Maksudnya apa?" Ia pun membantah Dewan Pers dilibatkan oleh DPR dalam pembuatan undang-undang.
Menurut Suparlan, Dewan Pers berlebihan karena yang diatur adalah penyebaran fitnah secara elektronik, bukan pencemaran nama baik oleh pers. "Pers juga tak boleh menyebarkan fitnah kan?" ucapnya. Ia berpendapat undang-undang itu tak mengganggu kebebasan pers. Hanya mengalihkan barang bukti hukum yang konvensional menjadi elektronik.
Namun, politikus PDI Perjuangan ini mempersilakan jika Dewan Pers hendak mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Batubara, mengatakan naskah uji materi masih dikonsep. "Mungkin selesai minggu ini.â (Ig. Widi Nugroho )
Sumber www.tempointeraktif.com
Foto http://bataviase.files.wordpress.com