DPR Kembali Berhalangan Hadir, Sidang Uji UU Kementerian Negara Ditunda
Kamis, 27 Februari 2020
| 15:49 WIB
Hakim Konstitusi menggelar sidang lanjutan pengujian Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Kamis (27/2) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa.
JAKARTA, HUMAS MKRI - Seharusnya Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) pada Kamis (27/2/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang kelima dari perkara Nomor 80/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh Ketua Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Bayu Segara. Namun, DPR yang sejatinya menyampaikan keterangan kembali meminta penundaan sidang. Demikian juga dengan Pemerintah yang juga semestinya menyampaikan keterangan tambahan.
“Karena DPR masih minta penundaan dan kuasa presiden juga mengirim surat meminta penudaan sehingga sidang hari ini tidak bisa diteruskan. Maka sidang dilanjutkan Kamis, 12 Maret 2020 dengan agenda mendengarkan Keterangan DPR dan Keterangan Tambahan Pemerintah serta Ahli dari Pemohon dan Pemerintah,” ucap Ketua MK Anwar Usman.
Perlu diketahui bahwa Pemohon mempersoalkan konstitusionalitas pelantikan 12 wakil menteri pada sebelas kementerian oleh Presiden Joko Widodo pada 25 Oktober 2019. Keberadaan wakil menteri ini dinilai bertentangan dengan Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 karena keberadaan jabatan tersebut dinilai bersifat subjektif tanpa adanya kedudukan, kewenangan, dan fungsi yang jelas dalam UU Kementerian Negara. Pasalnya, pengaturan kedudukan fungsi tugas wakil menteri diatur dengan peraturan presiden. Hal tersebut merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan amar konstitusi yang menyatakan kedudukan, tugas, fungsi, dan wewenang wakil menteri adalah materi muatan undang-undang. Di sisi lain, dalam UU Kementerian tidak mengatur hal tersebut. Pemohon menduga hal ini dapat menimbulkan kesewenang-wenangan karena tidak melibatkan DPR sebagai representasi wakil rakyat. Selain itu, Pemohon juga menyebutkan pengangkatan 12 wakil menteri merupakan tindakan subjektif presiden yang tidak memiliki alasan urgensi yang jelas. Keberadaan jabatan wakil menteri disinyalir akan mengakibatkan negara harus menyiapkan fasilitas khusus yang hanya membuang-buang anggaran negara. (Sri Pujianti/Annisa/LA)