JAKARTA, HUMAS MKRI - Persatuan Jaksa Indonesia (Pemohon I) bersama empat Pemohon lainnya berprofesi sebagai jaksa melakukan uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) pada Selasa (25/2/2020) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Para Pemohon Perkara Nomor16/PUU-XVIII/2020 ini menguji Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris, “Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan notaris berwenang: a. mengambil fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris dan; b. memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.”
Para Pemohon mendalilkan, permohonan a quo tidak nebis in idemdengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XII/2014 danNomor 22/PUU-XVII/2019 karena terdapat perbedaan kedudukan hukum,dasar pengujian dan argumentasi yuridis.
“Frasa dengan persetujuan MajelisKehormatan Notaris dalam Pasal 66 UU Jabatan Notaris menempatkanMajelis Kehormatan Notaris memiliki kewenangan mutlak dan final untukmenyetujui atau tidak menyetujui pemanggilan notaris untuk hadir dalampemeriksaan perkara. Hal tersebut menyebabkan penyidik, penuntutumum, maupun hakim tidak dapat melakukan upaya hukum lebih lanjut,” kata Hasbullah salah seorang kuasa hukum para Pemohon.
Kerugian atas pasal a quo dialami secara aktual oleh Olivia Sembiring (Pemohon II), sebagai jaksa yang bertugas menangani perkara Tindak Pidana Pemberian Keterangan Palsu ke dalam akta otentik, diawali dengan pelaporan kepada penyidik dengan Nomor LP/508/IV/2018/Bareskrim tanggal 16 April 2018. Atas dasar pelaporan tersebut penyidik mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Dik/266/V/RES.2.4/ 2018/Dit.Tipidsus tanggal 15 Mei 2018, dan telah mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor R/91/V/ RES.2.4/2018/ Dit.Tipideksus tanggal 15 Mei 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Kemudian dalam proses pemeriksaan perkara Penyidik, Bareskrim Mabes Polri mengirimkan surat kepada Ketua Majelis Kehormatan Notaris Provinsi Jawa Barat Nomor B/1044/V/Res.2.4/2019/Dit.Tipideksus tanggal 3 Mei 2019 yang pada pokoknya permohonan persetujuan untuk melakukan pemeriksaan terhadap notaris atas nama Patricia Tirta Isoliani Ginting.
Terhadap surat persetujuan tersebut di atas, Majelis Kehormatan Notaris memberikan jawaban yang pada pokoknya belum dapat menyetujui permintaan tersebut. Dengan demikian hingga saat ini proses penegakan terhadap perkara tersebut terhambat dan merugikan atau setidaknya berpotensi merugikan kepentingan jaksa serta publik secara umum.
Penguatan Kedudukan Hukum
Terhadap dalil-dalil para Pemohon, Ketua Panel Suhartoyo menegaskan para Pemohon lebih memberikan penguatan dalam kedudukan hukum. “Pintu masuk permohonan ini adalah bagian kedudukan hukum. Kalau Saudara tidak bisa memberi penguatan dalam kedudukan hukum, maka Mahkamah akan sulit memahami substansi permohonan ini,” jelas Suhartoyo.
Selain itu Suhartoyo meminta para Pemohon sebagai jaksa agar memberikan argumentasi yang kuat terkait pengalaman yang dialami langsung dalam kasus ini. “Prinsip jaksa sebagai pelaksana undang-undang. Tapi kalau dalam penegakan hukum formil ada kendala, apakah boleh setiap penegak hukum melakukan pengujian? Padahal ini merupakan produk politik kehendak rakyat,” kata Suhartoyo.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyoroti kedudukan hukum para Pemohon karena dipisahkannya Pemohon selaku badan hukum yakni Persatuan Jaksa Indonesia dan selaku para jaksa yang mengalami langsung dengan berlakunya UU Jabatan Notaris. “Saudara harus betul-betul menjelaskan kenapa Persatuan Jaksa Indonesia punya kedudukan hukum dan kenapa para jaksa sebagai Pemohon punya kedudukan hukum. Perlu dijelaskan dengan narasi yang berbeda, termasuk kerugian konstitusionalnya,” ujar Arief yang juga menyarankan para Pemohon menguraikan lebih detail narasi pada posita.
Sedangkan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mencermati soal Ketua Persatuan Jaksa Indonesia yang mengajukan permohonan. “Apakah hanya cukup Ketua yang mengajukan permohonan? Namun harus dilihat dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan Jaksa Indonesia kalau memang Ketua sudah cukup mewakili Persatuan Jaksa Indonesia,” ucap Manahan. (Nano Tresna Arfana/Lambang/LA)