JAKARTA, HUMAS MKRI - Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Alboin Pasaribu menerima kunjungan 18 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC), Surabaya pada Senin (10/2/2020) di ruang delegasi MK.
Alboin menerangkan sejarah judicial review di dunia dan beberapa model pengujian konstitusi. Dalam praktiknya, setidaknya ada tiga model pengujian konstitusi. “Ada model Amerika Serikat, bahwa setiap pengadilan atau pengadilan biasa boleh menguji ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum ketika mendalilkan sebuah pelanggaran. Sifatnya terdesentralisasi,” ungkap Alboin yang menyajikan materi “Peradilan Konstitusi dalam Praktik Ketatanegaraan.”
Selain itu, sambung Alboin, ada model Austria yang mendirikan satu lembaga tersendiri yang bernama Mahkamah Konstitusi, sifatnya untuk menguji ketika peraturan sudah disahkan oleh parlemen. Juga ada model Perancis yang dikenal dengan constitutional preview yang menguji rancangan undang-undang yang belum disahkan parlemen. Pengujiannya dilakukan oleh dewan konstitusi.
Ditambahkan Alboin, I Dewa Gede Palguna selaku Hakim MK terdahulu mengatakan ada juga model Jerman, bahwa setiap tindakan atau perbuatan bisa diuji ke Mahkamah Konstitusi. Tindakan atau perbuatan itulah yang dikenal dengan constitutional complaint.
Bicara sejarah berdirinya MK pertama di dunia, jelas Alboin, MK pertama di dunia sebenarnya bukan di Austria pada 1920. MK pertama di dunia justru lahir di Cekoslowakia saat terjadi perang dunia, sehingga MK Cekoslowakia belum bisa melaksanakan tugasnya.
Selanjutnya, Alboin menyinggung kedudukan lembaga-lembaga negara di Indonesia sebelum dan sesudah amendemen UUD 1945. Sebelum amendemen UUD 1945, lembaga-lembaga negara bersifat vertikal hierarkis dan MPR disebut sebagai lembaga tertinggi negara. Sesudah amendemen UUD 1945, semua lembaga negara kedudukannya sejajar atau bersifat horizontal fungsional.
Berikutnya, Alboin menjelaskan sejumlah kewenangan MK Republik Indonesia yakni menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan hasil pemilu, serta kewajiban untuk memutus pendapat DPR apabila Presiden dan atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum.
“Kewajiban ini hendaknya dimaknai bahwa MK tidak boleh tidak untuk memberikan putusan ketika ada pendapat DPR yang diajukan sebagai permohonan ke MK untuk meng-impeach keberadaan Presiden dan atau Wakil Presiden,” urai Alboin.
Dalam perkembangannya, lanjut Alboin, MK juga berwenang menguji peraturan perundang-undangan pengganti undang-undang (perppu). Contoh terbaru, ketika banyak pemohon melakukan pengujian terhadap perppu ormas.
Lebih lanjut Alboin menerangkan fungsi MK sebagai pengawal konstitusi, pengawal demokrasi, pelindung hak asasi manusia, pelindung hak konstitusional warga negara, pengawal ideologi negara dan penafsir akhir dari konstitusi.
Hal lain, Alboin menyebutkan beberapa putusan MK bersifat landmark seperti putusan MK terhadap UU Perkawinan terkait batas usia minimal bagi pasangan yang menikah. Juga ada putusan MK terhadap UU Sumber Daya Air, UU Privatisasi Ketenagalistrikan, dan lain-lain.
(Nano Tresna Arfana/NRA).