JAKARTA, HUMAS MKRI - Para dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surabaya (FH Ubaya) berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (6/2/2020). Peneliti MK Andriani W. Novitasari menerima rombongan di aula Gedung MK dan memberikan materi “Penegakan Hukum Konstitusi di Indonesia.”
Andriani menjelaskan penegakan hukum pada umumnya yang terlibat hanya penegakan hukum secara pidana dan perdata. Sedangkan penegakan hukum konstitusi bukan hanya dilakukan Mahkamah Konstitusi sendiri.
“Semua lembaga negara, institusi maupun warga negara pun ikut terlibat dalam penegakan hukum konstitusi,” ujar Andriani.
Andriani melanjutkan, para begawan hukum tata negara membedakan pengertian konstitusi secara konsepsional dan operasional. Konstitusi konsepsional ditandai dengan berfungsinya Pancasila sebagai landasan filosofi bangsa.
“Di samping itu, berfungsinya sistem presidensial sebagai landasan struktural yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar. Termasuk berfungsinya tujuan nasional yang diimplementasikan dalam kebijakan politik bangsa,” imbuh Andriani.
Sedangkan konstitusi secara operasional, kata Andriani, dimaknai sebagai apa yang tercermin dalam fungsi konstitusi secara konsepsional dapat terealisasikan secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta mampu dilaksanakan oleh supra struktur pemerintah, infra struktur parpol, organisasi massa dan segenap masyarakat.
Bicara penegakan hukum konstitusi di Indonesia, ungkap Andriani, merupakan salah satu tugas utama Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan hukum konstitusi dan teks otoritatif dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mempunyai makna sebagai upaya memfungsikan konstitusi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
“Agar konstitusi tidak hanya bersifat nominal, sebagai arti mengisi adanya gap antara norma-norma yang termuat dalam konstitusi dengan realitas kehidupan politik ketatanegaraan,” kata Andriani.
Andriani mencontohkan peristiwa ketatanegaraan yang terjadi di Indonesia pada masa lalu, yang secara historis terkait dengan peristiwa impeachment terhadap Presiden Soekarno dan Presiden Abdurrahman Wahid. “Pemakzulan kedua Presiden tersebut tidak melalui mekanisme hukum namun melalui proses politis. Dengan adanya pengalaman seperti itu, ketika Mahkamah Konstitusi dibentuk, maka dimasukkan salah satu kewenangan untuk memutus pendapat DPR terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Presiden,” tegas Andriani.
Sebagaimana diketahui, setelah berdiri pada 13 Agustus 2003, Mahkamah Konstitusi memiliki sejumlah kewenangan yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran parpol, memutus perselisihan hasil pemilu dan memutus pendapat DPR apabila Presiden dan atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum.
(Nano Tresna Arfana/NRA).