JAKARTA, HUMAS MKRI - Keinginan untuk memperdalam pengetahuan mengenai proses kegiatan peradilan di Mahkamah Konstitusi, maka sejumlah 60 mahasiswa dengan didamping lima dosen dari Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarnegaraan (PPKn), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Nusantara (Uninus) berkunjung ke MK.
Dalam sambutan, salah satu perwakilan dosen menyampaikan bahwa kehadiran dosen pada kunjungan ke MK tidak lain untuk mendampingi dan memotivasi mahasiswa yang selama ini hanya mengetahui MK secara teori dalam mata kuliah Teori Hukum dan Konstitusi. Melalui kehadiran kali ini, diharapkan para mahasiswa semakin mendapatkan bekal materi untuk penyempurnaan pengetahuan tentang MK.
Peneliti MK Ananthia Ayu Devitasari menyambut akrab kehadiran para mahasiswa dengan mengawali paparannya mengenai Sejarah Lahirnya MK. Pada masa awal kemerdekaan Indoensia, Ayu menyebutkan bahwa seharusnya Balai Agung atau pada saat ini disebut Mahkamah Agung diberi wewenang untuk melakukan judicial review. Namun, usulan dari M. Yamin tersebut disanggah oleh Soepomo mengingat Indonesia merupakan negara dalam konstitusinya menganut konsep pembagian kekuasaan. Selanjutnya, sambung Ayu, dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, kebutuhan mekanisme judicial review baru bisa dipenuhi setelah reformasi. Pada perubahan ketiga UUD 1945 maka dirumuskanlah Pasal 24C yang memuat ketentuan tentang MK.
“Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. serta MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR apabila Presiden/Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment),” jelas Ayu di ruang delegasi pada Senin (4/2/2020) siang.
Kekuatan MKRI
Selanjutnya Ayu menjabarkan mengenai komposisi hakim konstitusi. Menurut pandangan Ayu, maruah MK terdapat pada hakim-hakim konstitusi. Karena kesembilah hakim konstitusi sersebut berasal dari tiga kekuasaan negara, yakni Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Berikutnya, terkait dengan kewenangan dan fungsi MK serta pihak yang berhak mengajukan perkara ke MK, Ayu berkata bahwa dalam menjalankan kewenangannya MK Indonesia adalah lembaga yang memperkenankan warga negara perseorangan untuk mengajukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945. “Itulah kekuatan dari MK Indonesia. Misalnya di Spayol, mereka punya MK juga namun yang boleh mengajukan perkara adalah institusi. Dan kekuatan dari MK Indonesia lainnya adalah di negara manapun tidak ada MK yang memberikan legal standing bagi masyarakat hukum adat. Maka, di MK Indonesia bisa karena melihat ada kearifan lokal itu hanya ada di Indonesia,” jelas Ayu. (Sri Pujianti/LA)