JAKARTA, HUMAS MKRI – Sebanyak 47 mahasiwa hukum yang tergabung dalam Australian Consortium for ‘In-Country’ Indonesian Studies (ACICIS) untuk ketiga kalinya melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada kesempatan itu, rombongan ACICIS bertujuan menyaksikan langsung jalannya sidang pengujian undang-undang di MK pada Kamis (9/1/2020).
“Kunjungan kami adalah yang ketiga kali ke Mahkamah Konstitusi. Kali ini para siswa berkeinginan melihat langsung jalannya sidang pengujian undang-undang,” kata pimpinan rombongan, Paramitha Mulia.
Selanjutnya dengan dipandu staf protokol MK, para mahasiswa dan empat staf ACICIS diajak melihat sidang pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI). Beberapa mahasiswa begitu terkesan dengan prosedur beracara di MK yang tertib dan on time. Bahkan ada yang memuji ketegasan Hakim MK saat memberikan masukan dan nasihat kepada para Pemohon.
“Peradilan unik dan menarik dari Mahkamah Konstitusi. Setidaknya kami bisa belajar langsung melalui persidangan MK,” kata salah seorang mahasiswa.
Usai menyaksikan sidang di MK, rombongan kembali menuju ruang delegasi di lantai 4 Gedung MK untuk menerima materi mengenai berbagai hal terkait Mahkamah Konstitusi. Peneliti senior MK, Pan Mohamad Faiz menerangkan empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Faiz menjelaskan, kewenangan utama MK adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
Berikutnya, ada kewenangan MK memutus perselisihan sengketa antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian MK juga berwenang memutus pembubaran partai politik. “Di era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto misalnya, pembubaran partai politik pernah dilakukan dengan mekanisme politik. Namun setelah reformasi dan dibentuknya MK Republik Indonesia, pembubaran partai politik harus dilakukan melalui mekanisme hukum,” jelas Faiz.
Faiz melanjutkan, MK juga berwenang memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Menurut Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK). putusan MK mengenai permohonan atas perselisihan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diputuskan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Sedangkan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil Pemilu diputuskan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK.
Selain itu, kata Faiz, MK memiliki kewajiban memutus pendapat DPR apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran (impeachment). Hal lain, berdasarkan UU No. 8/2015, MK memiliki kewenangan tambahan memutus perselisihan hasil pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota selama belum terbentuk peradilan khusus.
Dalam pertemuan itu, Faiz juga menyinggung hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Di samping itu Faiz memaparkan fungsi MK sebagai The Guardian of Constitution (Pengawal Konstitusi), The Final Interpreter of Contitution (Penafsir Akhir Konstitusi) dalam arti tidak ada institusi lain yang berwenang menafsirkan Konstitusi kecuali MK.
Fungsi MK lainnya sebagai The Guardian of Democracy (Pengawal Demokrasi),The Protector of Citizen’s Constitutional Rights (Pelindung Hak-Hak Konstitusional Warga Negara) dan The Protector of Human Rights (Pelindung Hak-Hak Asasi Manusia).
(Nano Tresna Arfana)