Tuntas sudah pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Sampah sejak digarap DPR tanggal 26 Januari 2007 lalu. Kemarin, 9/4, Sidang Paripurna DPR bersepakat untuk menyetujui RUU ini menjadi UU yang akan menjadi payung hukum bagi pengelolaan sampah di Indonesia.
"Tadi pagi, 10 Fraksi di DPR sepakat menyetujui RUU ini dan diharapkan segera disahkan oleh Presiden," kata Arief Yuwono, Sekretaris Menteri Negara Lingkungan Hidup kepada Jurnal Nasional, di Jakarta.
Secara garis besar, UU Pengelolaan Sampah yang terdiri dari 18 bab dan 49 pasal, mengatur tugas pemerintahan, wewenang pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pengurangan sampah, penanganan sampah, pembiayaan dan kompensasi dalam pengelolaan sampah.
Menurut Arief, proses pembahasan RUU ini melibatkan semua lembaga Negara, seperti Ditjen Cipta Karya, Departemen Perindustrian, Perdagangan, dan departemen lainnya, termasuk pihak swasta dan LSM, sebab pengelolaan sampah ini memang menjadi kepentingan semua pihak.
Arief menargetkan, peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksanaan dari UU ini akan selesai dalam tahun 2008 ini, sementara peraturan daerah (Perda)nya menyusul kemudian, walaupun ada perda yang dapat segera diterbitkan tanpa perlu menunggu terbitnya PP.
Rachmat Witoelar, Menteri Negara Lingkungan Hidup (MennegLH) menjelaskan, UU ini intinya adalah berusaha merubah paradigma berpikir masyarakat dan pemerintah dalam hal pengelolaan sampah ini. "UU ini menurut saya merupakan revolusi dalam hal pengelolaah sampah," jelasnya.
Selama ini, lanjut Rachmat, pola pendekatan mengenai sampah bertumpu pada pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kini melalui UU ini, jelas Rachmat, sampah dipandang sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi. "Sampah kini akan dikelola dengan mekanisme pemilahan, pengumpulan dan pengolahan akhir," katanya.
Sementara itu, Gempur Adnan, Deputi Menneg LH Bidang Pencemaran Lingkungan mengatakan, melalui UU Pengelolaan Sampah ini, permasalah TPA yang kerap diprotes masyarakat diharapkan tidak akan terjadi lagi. "Dalam lima tahun kedepan, keberadaan TPA dengan sistem open dumping (pembuangan sampah terbuka) di seluruh daerah secara bertahap diganti dengan Sanitary Landfill atau Control Landfill, yakni sampah ditumpuk dalam satu lubang kemudian ditutup dengan liner atau tanah lempung," ujarnya.
Mengenai sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran sampah ini, menurut Mangisara Lubis, Staf Khusus MenegLH Bidang Pemberdayaan Masyarakat, pemerintah daerah yang melakukan pelanggaran atas UU ini akan dikenai sanksi berupa pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Dekonsentrasi. "Sementara sanksi bagi industri berupa sanksi kurungan minimal 3 tahun, tergantung jenis pelanggarannya," jelasnya.
Ketua Pansus RUU Pengelolaan Sampah, Hendarso Hadiparmono, mengatakan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat penting dan mendasar. Pemilahan sampah seyogianya dilakukan sejak dari rumah tangga sehingga mengurangi beban pengelolaan selanjutnya.
Wakil Ketua Pansus RUU Pengelolaan Sampah dari Fraksi Partai Demokrat Soekartono Hadiwarsito menambahkan, dalam UU Pengelolaan Sampah, pemerintah daerah dimungkinkan untuk melakukan kerja sama dengan pemerintah daerah lain dalam pengelolaan sampah. Selain itu, juga dimungkinkan untuk bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah.
"Jadi pemerintah daerah dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah," kata Soekartono usai pengesahan RUU Pengelolaan Sampah.
Menurut Soekartono, kekhawatiran beberapa pihak bahwa UU ini sulit diimplementasikan tidak benar. Sebab UU Pengelolaan sampah berisi tenggat waktu pembuatan peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam UU ini yaitu paling lambat satu tahun harus menyelesaikan pembuatan Peraturan pemerintah dan peraturan menteri. Sedangkan peraturan daerah harus diselesaikan paling lambat 3 tahun terhitung diundangkannya UU ini. n Yanuar Jatnika/Friederich Batari
Box
Beberapa Pasal UU Pengelolaan Sampah
Pasal 2:
(1). Sampah yang dikelola berdasarkan undang-undang ini terdiri dari: a. sampah rumah tangga; b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan c. sampah spesifik.
(2). Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik
(3). Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
(4). Sampah spesifik meliputi: a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun; b. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun; c. sampah yang timbul akibat bencana; d. puing bongkaran bangunan; e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau; f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
Pasal 22
Kegiatan Penanganan Sampah
Pemilahan dalam bentuk pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan/atau sifat sampah;
Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumah sampah;
pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. (Yanuar Jatnika)
Sumber www.jurnalnasional.com
Foto www.google.co.id