JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang perbaikan permohonan Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (9/1/2020). Panel Hakim Konstitusi terdiri atas Saldi Isra sebagai ketua panel dengan didamppingi dua anggota panel yaitu Hakim Konstitusi Arief Hidayat (Anggota), dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
Persidangan dihadiri oleh Pitra Romadoni Nasution, Yudha Adhi Oetomo, Julianta Sembiring yang menyatakan sebagai tim kuasa hukum Pemohon. Namun demikian, Ketua Panel Hakim Saldi Isra mencermati dalam perbaikan permohonan tidak disebutkan nama Julianta Sembiring sebagai kuasa hukum.
“Nama Julianta Sembiring ada di surat kuasa,” kata Pitra menjawab pertanyaan Saldi. Majelis Hakim kemudian mencek kembali di surat kuasa Pemohon, tapi tidak ada tanda tangan dari Julianta Sembiring. Menurut Majelis Hakim, hanya ada dua tanda tangan di surat kuasa tanpa Julianta.
“Untuk sementara mohon kebijaksanaan Yang Mulia, agar Pak Julianta tetap di sini. Karena dalam surat kuasa, beliau ada mendampingi para korban First Travel,” pinta Pitra.
Serta-merta Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta ketegasan posisi Pitra, Yudha, dan Julianta dalam permohonan ini. Sebab semula ketiganya masuk dalam barisan Pemohon prinsipal, namun kini berubah menjadi kuasa hukum Pemohon. Bahkan jumlah para Pemohon diketahui ada 19 orang.
“Perlu ditegaskan dulu, siapa yang menjadi prinsipal dan siapa yang menjadi kuasa harus dilengkapi. Yang jelas Julianta tidak boleh berada di ruang sidang karena dia bukan prinsipal dan bukan juga kuasa hukum karena tidak ada tanda tangan,” ungkap Arief.
Setelah terjadi pembicaraan agak panjang, akhirnya Majelis Hakim mempersilakan kepada Pitra Romadoni Nasution untuk menyampaikan perbaikan permohonan. “Kami akan perbaiki surat kuasa dulu dan bukti-bukti tambahan. Tidak ada perbaikan pokok permohonan,” tegas Pitra.
Karena tidak ada perbaikan permohonan, Majelis Hakim MK memutuskan untuk membawa permohonan ini untuk dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
“Ok. Dengan demikian Saudara sudah menyerahkan perbaikan permohonan dan kami sudah menerima perbaikan itu. Bagaimana kelanjutan dari permohonan Saudara, nanti akan kita bahas di dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dan silakan Anda menunggu perkembangan selanjutnya,” tandas Saldi Isra.
Seperti diketahui, permohonan perkara pengujian undang-undang yang diregistrasi dengan Nomor 81/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh Pitra Romadoni Nasution dan para Pemohon lainnya. Para Pemohon mengajukan pengujian terhadap norma Pasal 39 KUHP mengenai perampasan atau penyitaan barang-barang terpidana dan Pasal 46 KUHAP mengenai pengembalian barang sitaan.
Pemohon memberikan contoh kasus penyitaan terhadap barang bukti dalam perkara pencucian uang oleh PT First Anugerah Karya Wisata atau yang lebih dikenal publik dengan nama First Travel. Menurut Pemohon, penerapan pasal tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap warga negara karena harta yang disita dikembalikan kepada negara, bukan kepada korban. Oleh karena itu, Pemohon meminta MK menyatakan inkonstitusional bersyarat (conditionally inconstitutional) terhadap kedua pasal tersebut sepanjang barang-barang kepunyaan terpidana tidak dikembalikan kepada korban.
(Nano Tresna Arfana/NRA).