JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Peluncuran dan Bedah Buku Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna di Aula Gedung MK pada Rabu (8/1/2020). Dalam acara ini hadir Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Bivitri Susanti sebagai narasumber bedah buku berjudul “Dissenting Opinions: Pendapat Berbeda Hakim Konstitusi Palguna” dan “Mahkamah Konstitusi dan Dinamika Politik Hukum di Indonesia.”
Membuka acara secara resmi, Wakil Ketua MK Aswanto mengatakan bedah buku adalah salah satu upaya awal bagi seseorang untuk mendalami sebuah karya ilmiah. Sehingga, sambungnya, pemikiran global yang ada pada diri seseorang sebelum membaca buku ini akan menjadi lebih komprehensif dengan dilakukannya usaha melalui bedah buku. Lebih lanjut Aswanto berpandangan, I Dewa Gede Palguna merupakan sosok hakim konstitusi yang sangat produktif.
“Palguna adalah hakim yang sangat produktif. Tentu, secara lembaga keberadaannya sangat diharapkan untuk selalu hadir dengan ketegasan pemikirannya,” kenang Aswanto di hadapan hakim konstitusi lainnya serta para tamu undangan yang turut dihadir seperti Ketua MK Masa Jabatan 2003 – 2008 Jimly Asshiddiqie, Hakim Konstitusi Periode 2008 – 2013 Maria Farida Indrati, Hakim Konstitusi Masa Jabatan 2003 – 2009 Maruarar Siahaan, dan Rektor Universitas Andalas Periode 2019 - 2023 Yuliandri.
Melalui bedah buku ini, Aswanto berharap akan banyak pihak mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga masyarakat umum yang tertarik membahas topik yang disajikan dalam buku yang ditulis hakim konstitusi yang untuk masa berikutnya memilih kembali ke dunia kampus di Bali ini. Terkait dengan salah satu buku yang dibedah yang mengulas dissenting opinions, Aswanto berpendapat dalam buku ini banyak diulas putusan dalam pengujian undang-undang, yang sejatinya masih cukup sulit dipahami masyarakat luas. Namun, buku ini memberikan perspektif lain dalam memahami putusan MK yang diakui struktur bahasanya yang cenderung masih rumit.
Tantangan Bagi MK
Dalam sekapur sirihnya, Jimly mengingatkan para hakim konstitusi dan para praktisi hukum yang hadir dalam acara bedah buku ini untuk memahami betul makna demokrasi. Menurutnya, selama demokrasi belum melembaga, maka akan susah mengatasi politik dinasti dan ekonomisasi kekuasaan. Dua hal tersebut adalah ancaman budaya feodal yang sangat nyata akan dihadapi oleh lembaga peradilan seperti MK. sebagi ilustrasi, Jimly mengandaikan bahwa 50% pejabat di Indonesia ini adalah pengusaha. “Sehingga kecenderungan melihat kekuasaan di masa mendatang dapat saja dilihat dari efisiensi ekonomi. Padahal tidak ada negara ekonomi,” tegas Jimly.
Untuk itu, Jimly berharap para hakim konstitusi nantinya tidak hanya melihat konstitusi sebagi teks tetapi memahami konteks nilai yang tumbuh dan berkembang, baik yang bersifat tertulis maupun yang belum tertulis. “Karena kita mengawal peradaban konstitusi. Dan di sinilah pentingnya keberadaan Mahkamah Konstitusi,” terang Jimly.
Prinsip Palguna
Dalam bedah buku yang dipandu Panitera Pengganti MK Mardian Wibowo ini, Palguna berbagi cerita di balik penerbitan bukunya. Diakui Palguna bahwa ide buku ini baru tercetus atas dorongan dari Peneliti MK Pan Mohamad Faiz dan teman-teman Peneliti MK lainnya. Pada pertengan Desember 2019 lalu dengan segenap tenaga dan pikiran agar terus menjaga fokus, Palguna mengumpulkan tulisan-tulisan yang pernah dibuat pada masa-masa menjadi hakim dan menangani berbagai perkara di MK.
Terkait dengan buku “Dissenting Opinions”, Palguna menyampaikan dua prinsip tidak yang tidak boleh dilanggar dan dilakukannya dalam melakukan hal tersebut. Pertama, tidak boleh dibuat hanya untuk populer; kedua adalah tidak boleh takut karena takut dihujat karena pendapat berbeda. “Namun di balik itu semua, ada satu keharusan yang selalu saya jaga yakni berikan pendapat dengan tulus. Sehingga pun terjadi dissenting dalam sebuah pengambilan putusan suatu perkara maka tidak usah khawatir,” cerita Palguna.
Sementara itu, Saldi yang hadir sebagai salah satu narasumber mengungkapkan bahwa dari buku yang ditulis Palguna terkait disenting opinions bahwa Palguna lebih produktif pada periode kedua masa jabatannya sebagai hakim konstitusi. Berikutnya, Bivitri menyampaikan bahwa Palguna merupakan seorang guru yang meskipun tidak berada di kelas secara langsung, tetapi baginya selalu memberikan inspirasi dalam bidang pengkajian hukum. Sehingga, bagi Bivitri, keberadaan dua buku yang dibedah pada kesempatan ini merupakan sarana untuk membuktikan bahwa MK adalah universitas konstitusi. (Sri Pujianti/LA)