JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menolak permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang diajukan Supriyono selaku Pemohon Perkara Nomor 67/PUU-XVII/2019.
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan Pemohon,” kata Ketua Pleno Anwar Usman didampingi para hakim konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan, Senin (6/1/2019).
Sebelumnya, Pemohon melakukan pengujian Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 terkait tenggat waktu pelaksanaan mediasi dan/atau ajudikasi pada Komisi Informasi Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota. Dalam petitum, Pemohon meminta Mahkamah agar berlakunya Pasal 38 ayat (1) UU KIP bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon mendalilkan Pasal 38 ayat (1) UU No. 14/2008 telah menimbulkan multitafsir dalam pelaksanaannya karena ada ketidakjelasan mengenai waktu dimulainya proses penyelesaian sengketa.
“Terhadap dalil Pemohon tersebut, menurut Mahkamah, Pasal 28F UUD 1945 menjamin bahwa hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,” ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih yang membacakan pertimbangan hukum.
Setelah mempelajari saksama permohonan Pemohon, Mahkamah menemukan fakta adanya perbedaan waktu untuk memulai upaya penyelesaian sengketa informasi publik yang cukup mencolok. Ada permohonan sengketa informasi publik yang penyelesaian sengketanya baru dimulai 10 bulan sejak permohonan diregistrasi. Kemudian ada juga permohonan sengketa informasi publik yang penyelesaian sengketanya baru dimulai 16 bulan sejak permohonan diregistrasi. Demikian halnya dengan waktu dimulainya upaya penyelesaian sengketa di Komisi Informasi Provinsi yang juga bervariasi.
Berdasarkan fakta itulah, Mahkamah menilai perbedaan waktu penyelesaian sengketa informasi publik, persoalannya ternyata terletak pada pelaksanaan upaya penyelesaian yang seharusnya dalam tenggat waktu paling lambat 14 hari kerja setelah diterima berkas permohonan yang telah diregistrasi.
“Dengan demikian pembatasan 14 hari kerja yang ditentukan dalam norma Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 sudah tegas bahwa proses penyelesaian harus sudah dimulai satu hari kerja setelah permohonan diterima dan diregistrasi. Pembatasan demikian dimaksudkan agar penyelesaian sengketa informasi publik sejalan dengan asas penyediaan dan layanan informasi publik yang cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana,” urai Enny.
Oleh karena itulah, menurut Mahkamah, adanya persoalan berlarutnya proses penyelesaian sengketa informasi publik sebagaimana dicontohkan Pemohon adalah persoalan implementasi yang seharusnya tidak boleh terjadi dan bukan disebabkan inkonstitusionalnya norma yang dimohonkan pengujian.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Enny.(Nano Tresna Arfana/LA)