JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan gugur terhadap permohonan Asrullah yang merupakan mahasiswa dalam pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) pada Rabu (11/12/2019) di Ruang Sidang Pleno MK. Pemohon dalam perkara yang teregistrasi Nomor 64/PUU-XVII/2019 ini mendalilkan Pasal 83A ayat (1) dan ayat (2) UU Adminduk bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam pertimbangan hukum, Mahkamah melalui Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menyebutkan bahwa berpedoman pada Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) UU MK, Mahkamah telah melaksanakan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada 30 Oktober 2019 yang dihadiri oleh Pemohon. Dalam sidang tersebut, Majelis Panel pun memberi nasihat agar Pemohon memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari. Adapun batas waktu penyerahan perbaikan permohonan hingga 13 November 2019 ke Kepaniteraan MK. Namun demikian, lanjut Wahiduddin, hingga waktu yang ditentukan Kepaniteraan MK tidak menerima perbaikan permohonan Pemohon. Sedangkan pada waktu tersebut, Mahkamah telah mengagendakan persidangan perbaikan permohonan untuk perkara a quo.
“MK telah memanggil Pemohon secara sah dan patut dengan surat Panitera Mahkamah Nomor 529.64/PAN.MK/11/2019, bertanggal 4 November 2019. Namun demikian, pada hari sidang yang telah ditentukan sampai dengan Mahkamah membuka persidangan pukul 14.43 WIB, Pemohon tetap tidak hadir dan tidak dapat dihubungi. Selain itu, Pemohon pun tidak menyerahkan perbaikan permohonan. Oleh karena itu, maka dalam rangka memenuhi asas peradilan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan, permohonan Pemohon harus dinyatakan gugur,” ucap Wahiduddin dalam Sidang Pengucapan Putusan yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya.
Dalam sidang pendahuluan, Pemohon menyatakan UU Adminduk memasukkan rezim pengangkatan dan pemberhentian pejabat tinggi pratama di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota menjadi kewajiban menteri. Pejabat struktural yang dimaksud dalam pasal tersebut tidak dijelaskan secara otentik, namun pengaturannya didelegasikan penjabarannya pada peraturan perundang-undangan yang lebih teknis tentang pembinaan dan pengembangan karier.
Menurut Pemohon, pemberian kewenangan kepada menteri dalam hal pengangkatan dan pemberhentian pejabat struktural dalam bidang kependudukan dan catatan sipil di level provinsi dan kabupaten/kota tidaklah sesuai dengan semangat konstitusi dan filosofi otonomi daerah. Untuk itu, melalui petitum, Pemohon memohon agar MK menyatakan Pasal 83A ayat (1) dan ayat (2) UU Adminduk bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. (Sri Pujianti/LA)