JAKARTA, HUMAS MKRI - Dalam rangka meningkatkan kerja sama dan koordinasi serta peningkatan kapasitas kelembagaan, Mahkamah Konstitusi (MK) dengan Ombudsman melakukan penandatanganan nota kesepahaman. Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dan Sekretaris Jenderal Ombudsman Suganda Pandapotan Pasaribu melakukan penandatanganan dengan disaksikan oleh Wakil Ketua MK Aswanto dan Ketua Ombudsman Amzulian Rifai di Aula Gedung MK pada Selasa (10/12/2019) siang.
Dalam sambutannya, Wakil Ketua MK Aswanto berharap nota kesepahaman yang telah ditandatangani dapat direalisasikan ke dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan MK dengan Ombudsman. “Bisa jadi kedua lembaga ini punya fungsi dan kewenangan yang bermuara pada satu tujuan, yakni menjamin perlindungan, pemenuhan dan menjaga hak asasi warga negara Indonesia,” ungkapnya.
Menurut Aswanto, memiliki fungsi sebagai penjaga hak asasi manusia sebagaimana tertuang di dalam Konstitusi. MK, lanjutnya, berkewajiban agar hak asasi yang tercantum dalam Konstitusi dapat terimplementasi dengan baik. Begitupula dengan fungsi Ombudsman yang menjaga hak asasi manusia. “Menurut saya, kedua lembaga ini memang semestinya harus saling bahu-membahu dan bekerja sama untuk mencapai cita-cita bangsa untuk melindungi hak asasi manusia,” urainya.
Aswanto melanjutkan penandatanganan nota kesepahaman ini juga dalam rangka menguatkan komitmen untuk melaksanakan diksi demokrasi, keterbukaan, dan konstitusional.
Sedangkan Ketua Ombudsman Amzulian Rifai menyebut selama kurun waktu 2014 – 2019, laporan tentang MK hanya tercatat empat laporan. Keempatnya, sambungnya, sudah diputus dan tidak terbukti. “MoU adalah hal penting. Namun lebih penting agar kedua lembaga dapat saling belajar dan bekerja sama,” jelasnya.
Terkait Layanan Publik
Sementara itu, Sekjen MK M. Guntur Hamzah dalam laporannya menyebut dalam konteks kerja sama dengan Ombudsman, MK berpijak pada filosofi bahwa sebagai lembaga negara dan lembaga peradilan yang independen dan imparsial, pada dasarnya memberikan layanan kepada publik terutama para pencari keadilan. Untuk itu, lanjutnya, diperlukan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap aspek kiprah dan kinerjanya. Independensi dan imparsialitas hari ini dituntut untuk diiringi dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
“Dengan kata lain, Mahkamah Konstitusi menempatkan prinsip transparansi dan akuntabilitas tersebut, terutama untuk memastikan bahwa independensi dan imparsialitas diarahkan untuk menegakkan hukum dan keadilan,” terangnya.
Guntur menjelaskan nota kesepahaman dengan Ombudsman ditandatangani juga dalam kerangka kerja sama untuk bersinergi dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan masing-masing institusi.
“Sebagai lembaga negara dengan fungsi mengawasi pelayanan publik, tentu saja Ombudsman seiring dengan penandatanganan nota kesepahaman ini akan semakin berperan penting dalam upaya menjaga dan meningkatkan kualitas layanan publik yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, dalam hal ini melalui Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi,” urainya.
Nota kesepahaman ini mencakup kegiatan terkait penguatan pelaksanaan tugas dan fungsi kelembagaan MK dan Ombudsman; pemanfaatan fasilitas video conference; penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, seminar, diskusi dan kegiatan ilmiah tentang fungsi pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh MK maupun Ombudsman. (Lulu Anjarsari)